kebencian (hate speech) adalah pernyataan, perilaku, atau tulisan yang dilarang karena dapat menyebabkan kekerasan dan prasangka. Ujaran kebencian bertujuan untuk menyebarkan kebencian terhadap kelompok lain yang berbeda, berdasarkan ras, agama, gender, etnisitas, disabilitas, dan orientasi seksual. Ujaran kebencian sering kali ditujukan kepada kelompok minoritas dan dapat menyebabkan penderitaan bagi mereka. Niat dari pernyataan ini menjadi penting karena jika memicu kekerasan, maka hasutan kebencian berhasil dilakukan. Ujaran kebencian dapat terjadi dalam bentuk provokasi atau hinaan terhadap individu atau kelompok.
Ujaran
Fenomena ujaran kebencian semakin meningkat, terutama di media sosial, di mana pengguna sering kali merasa aman untuk menyebarkan pernyataan yang merugikan. Ujaran ini terjadi bukan hanya di media sosial tetapi juga dalam orasi publik, ceramah, dan tulisan. Kebebasan berekspresi di media sosial memberikan ruang bagi individu untuk mengungkapkan diri, namun juga mengundang ujaran kebencian karena perbedaan politik, agama, dan sosial. Oleh karena itu pengamatan ini dilakukan untuk mengamati bagaimana pandangan Mahasiswa Andalas terhadap Hate speech yang dianggap sebagai tantangan bagi kebebasan berekspresi. ( Abdul, 2005)
Maraknya komentar kebencian di media sosial bisa berbahaya bagi para korban. Komentar negatif yang dilakukan secara terbuka dapat dilihat oleh banyak orang dan mengarah pada dampak negatif bagi masyarakat. Meskipun terdengar sepele, efek dari komentar ini berdampak sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan korban mengalami stress, trauma, bahkan mendorong mereka untuk bunuh diri. Komentar buruk dapat juga menganggu kesehatan psikologis korban yang mana menghancurkan suasana hati dan mengganggu kepercayaan diri korban sehingga membuat mereka merasa tidak berharga.
“Upaya pencegahan terjadinya kejahatan ujaran kebencian (hate speech) dengan memberikan penyuluhan ataupun sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai informasi dampak media elektronik jika tidak digunakan dengan bijak, etika menggunakan media sosial dengan memberikan pengetahuan hukum mengenai UU ITE,” ucap salah satu Mahasiswa.
Lembaga legislatif telah mengesahkan undang-undang yang melarang penyebaran ujaran kebencian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam Pasal 28 ayat (2), undang-undang melarang penyebaran informasi yang dapat menyebabkan kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan Pasal 45 ayat (3) mengancam hukuman bagi mereka yang melanggar. (Latipah, 2020)
“Setiap individu harus memiliki kesadaran penuh terhadap apa-apa saja yang diucapkan atau diunggah ke dalam media sosial demi menghindari hate speech dan perlu adanya toleransi dan rasa empati terhadap sesama pengguna medsos di universitas andalas, “ lanjut salah satu Mahasiswa.
“Semoga hate speech di Indonesia bisa teratasi dengan baik dan salah satunya adalah dengan penetapan sanksi yang tegas bagi para pelaku dan edukasi sebagai tindakan preventif, ” ucap Ravi mahasiswa angkatan 2023.
Kesadaran diri penting dalam mencegah hate speech, karena dampaknya bisa memicu konflik dan merusak tatanan sosial. Setiap orang harus menyadari tanggung jawab dalam berkomunikasi dan berbicara dengan empati. Selain itu, kesadaran juga diperlukan untuk mengelola informasi yang dibagikan di internet dan berinteraksi di platform online. Walaupun kebebasan berbicara dijamin, harus digunakan dengan bijak agar tidak merugikan orang lain.
Salah satu Mahasiswa mengatakan bahwa “Perlu adanya edukasi (seminar, workshop) dan kesadaran, serta kebijakan dari Universitas Andalas untuk membahas tentang dampak dan akibat yang dialami seseorang mahasiswa dari hate speech. Tidak hanya itu Universitas Andalas juga harus menyediakan dukungan psikologis terhadap semua mahasiswa yang mengalami hate speech baik di media sosial maupun Secara langsung.”
Kesimpulan dari pengamatan yang dilakukan adalah Mahasiswa Universitas Andalas menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap isu hate speech dalam konteks kebebasan berekspresi, dengan 97,5% di antaranya mengetahui tentang konsep hate speech. Sebanyak 85,1% mahasiswa menganggap hate speech sebagai pelanggaran kebebasan berekspresi, menandakan pemahaman yang baik bahwa kebebasan berekspresi memiliki batasan ketika melibatkan ujaran kebencian yang dapat merugikan individu atau kelompok tertentu. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan edukasi yang lebih intensif mengenai perbedaan antara kritik yang konstruktif dan ujaran kebencian, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran hate speech. Selain itu, mahasiswa dapat berperan aktif dalam menyuarakan pendapat secara etis dan mendukung kampanye digital yang mempromosikan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan. Tidak hanya itu Universitas Andalas juga harus menyediakan dukungan psikologis terhadap semua mahasiswa yang mengalami hate speech baik di media sosial maupun Secara langsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H