Mohon tunggu...
Aydi Rainkarnichi
Aydi Rainkarnichi Mohon Tunggu... -

Terkadang lebih baik menjadi karakter fiksi saja..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aglry - Bab 1 Random

7 November 2015   03:14 Diperbarui: 7 November 2015   03:31 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Novel:

AGLRY

-- Oleh: Aydi Rainkarnichi --

#1 | Random

Jalanan penuh debu dan kebisingan tak menyurutkanku untuk duduk dan mengamati mimik muka para pengguna jalan. Mulai dari bayi, manusia termuda yang merengek kehausan, kepanasan, atau mungkin karena pup di popoknya. Sampai kakek berwajah keriput pertanda telah lama menjelajah dunia yang merasa khawatir dengan debu-debu merasuk merusak paru-parunya. Tak hanya itu, sesekali terlihat burung-burung terbang hinggap berjemur selepas melahap tumis jamur sisa makhluk yang bernama manusia, yang kemudian loncat-loncat berjajar di kabel telepon bersama kelompoknya mematukkan paruh membersihkan remah makanan tersisa. Kulihat kehidupan normal seperti biasanya, namun terasa ada yang kurang, ada satu yang hilang, Polantas tak terlihat batang hidungnya kali ini.

"Oh, ya, ini hari Senin, mungkin Pak Polisi masih apel pagi. Kukira begitu," pertanyaan kujawab sendiri dalam hati.

Walau berdebu, sebagian besar dari mereka masih menampakkan wajah semringah, belum nampak kusam muka yang begitu jelas. Entahlah, apa jadinya kalau matahari tepat dan telah lewat berada di atas kepala. Guratan muka lelah tak bisa ditawar-tawar lagi akan nampak dari wajah mereka, pun diriku.

"Wajahku mungkin akan berdebu tebal seperti halnya mereka, tak apa. Semoga saja gantengku tak hilang, imutku tak surut, tampanku masih kelihatan," hatiku bicara terlalu kepedean.

"Dan suatu saat nanti bertemu dengan pasangan hidup yang baik hatinya, tak hanya cantik jelita. Senyumnya pun manis seperti gula-gula, sedang aku semutnya?" mengkhayal tanpa batas, pikiranku lagi error.

"Ah sudahlah, jangan diteruskan. Masih jauh ini untuk memikirkan pasangan hidup," mulai tersadar, "diriku ini masih berstatus remaja tanggung."

Mencoba memfokuskan kembali perhatianku pada mereka pemakai jalanan yang sama membentang dari barat ke timur, utara ke selatan, tapi kuyakin, semua punya kepentingan berbeda-beda. Seperti halnya aku dan tukang ojek yang sama-sama duduk tertuju pada sesuatu yang menarik mata. Sama, tapi berbeda, dari sudut mana engkau memandang, berapa derajat, kisaran jarak berapa, titik fokusnya sebelah mana, dan sebagainya.

Tepat lurus di hadapanku, kulihat lambaian tangan seorang gadis muda, anak sekolahan memanggil dari kejauhan, aku menatapnya, lambaian itu tertuju padaku. Tukang ojek meninggalkan duduknya, aku pun. Ia pergi melangkahkan kaki, aku pun. Kami satu ketukan. Kemudian lari, dan aku tidak. Kukira gadis itu memanggilku, rupanya ...

"Ah, sudah. Tak perlu dibahas lagi. Aku sudah cukup merasa malu, kikuk. Aku lupa bahwa di sampingku ada abang tukang ojek. Mungkin, kalau tadi ada temanku, pastinya diriku ini ditertawakan serenyah-renyahnya," perkiraanku dalam hati. Gara-gara kepedean.

"Never mind, never mind, ne-ver mind. Never mind!" gumamku dalam hati, nampak kecut bibir ini.

Lupakan yang tadi. Aku minta lupakan kejadian tadi. Lupakan saja. Mudah bukan untuk melupakan dibandingkan mengingat?

Saatnya duduk-duduk selonjoran, tumpang kaki di atas meja, seakan raja, seakan sekretaris jenderal yang lepas tugas, seakan penulis pensiun yang tinggal memetik hasil dari tulisannya, seakan apa lagi? Kini, tak ada yang dapat dituliskan, tak ada yang dapat dibaca, tak ada soal sudah pasti tak harus ada jawaban, bukan? Cobalah tebak, aku siapa?

Jangan dibikin pusing, wahai pembaca. Bila kau belum dapat menebak siapa aku ini.

...

> Bersambung ...

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun