Mohon tunggu...
Ayda Idaa
Ayda Idaa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pembelajar yang tidak ada hentinya. Singkatnya, I am absolutely just a lady. Salam rahayu. www.aydaidaa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nikmat-Mu untuk Negeri ini

17 Januari 2014   09:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum usang dari pejamanku. Sinabung memuntahkan lahar merah menyala, Kebulan dari awan panas melebihi empat setengah kilometer ke arah Berastepu, Tentang ibu-ibu hamil dan lansia, Tentang anak-anak yang kehilangan ruang kelasnya, Tentang mereka yang makan nasi putih saja seadanya, Sungguh mataku tak menatapnya nyata, Sungguh tanganku tak menyentuhnya jua, Hanya jiwa ini bersamanya, bersama mereka semua memeluk dalam do'a. Masih jelas dalam ingatanku, Ketika kawan mengabarkan kondisi logistik yang tak merata, Tentang seluruh lahan pertanian yang tertutup abu letusan, Dataran tinggi Karo tertimpa bencana, Sinabung terbangun dari tidur panjangnya. Belum usang kabar letusan, Dentuman air bah datang menghantam Jakarta. Bendungan jebol. Longsor di Sukabumi pun tak mau alpa, Dan ketika semua belum jua reda, Hantaman nikmatMu datang ke Sulawesi Utara. Sampaikah pada hatimu? Tentang rintih anak-anak kedinginan di tengah banjir bandang, Sampaikah pada telingamu? Tentang longsor dan banjir yang meratakan daratan Manado, Belasan warga tertimbun tak ditemukan, Lebih empat ribu orang dalam satu himpunan, pengungsian. Pengungsian. Pengungsian. Pengungsian. Terisolir! Telah sampaikah pada mata batinmu? Lebih dari seribu unit rumah tenggelam hingga atapnya? Semua kehidupan berubah dalam satu malam, Kantor pemerintahan beku dalam pelayanan, Semua riuh semua mengaduh, Hati hancur mata memandang seluruh, Toli-toli pun ikut tenggelam dalam kolam air keruh, Aduuhhhhh! Allah. Allah. Allah. Allah. Tersungkur aku, Bisu suaraku tiada bisa melagu. Perih tangis atas negeriku. Bukan tanpa sebab aku menangis lirih, Raga mematung merintih, Nikmat ini tak dapat mereka nikmati sendiri, Batin menjeritkan perih, mataku terjaga meski pedih. Aku merasakan lapar dan dinginnya mereka dari sini. Allah, Kuatkan para sahabat kami Bersukarela turun di tengah nikmat ini, Tanpa berharap imbal jasa ataupun mati syahid, Tanpa lelah tanpa resah, Semangat berjuang atas nama kemanusiaan. Sehatkan mereka, Ringankan atas halangannya, Mudahkan atas usahanya, Pada jiwa yang terkurung jarak, Aku titipkan peluk dan cinta kasih kepada semuanya. Allah, Bantu kami menjaga negeri ini. Pelukku dari jauh, Indonesia! BraemarHill, 17 Januari 2014, 01.10 Ay. foto : endrolew@

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun