[caption id="attachment_307153" align="alignnone" width="960" caption="Pembagian Seragam dari ApiKita-HK untuk adik-adik SD. Tobanapme. Foto: Maruntung Sihombing"]
[caption id="attachment_307156" align="alignnone" width="720" caption="Salah satu penerima seragam. Foto: Maruntung Sihombing"]
[caption id="attachment_307158" align="alignnone" width="720" caption="Salah satu foto yang membuat darah mendesir, dada merasa sesak. Menurut Pak Nuh, anak-anak brilian ini bisakah memimpin Indonesia jika hanya dibiarkan tanpa pendamping dalam berkembang? Foto: Maruntung"]
- Bapak Mohammad Nuh yang tercinta, semoga cintaNya selalu tercurah untuk Anda. Ada salah satu foto yang berbicara jauh lebih tajam dari apa yang saya sampaikan. Tanpa bicara, hanya wajah lugu, polos apa adanya tanpa rekayasa yang seperti disajikan oleh para pejabat di depan rakyatnya.
[caption id="attachment_307160" align="alignnone" width="720" caption="Perhatikan tatapan Si Adik yang di sebelah tangga ketika Sdr. Maruntung mengalungkan dasi kepada siswanya. Foto: Maruntung"]
[/caption]14001469211381875744Tatapannya mengusik saya, Pak. Seolah berkata Kakak, kenapa tidak adil? Kapan saya mendapat seragamnya? Saya juga ingin pakai seragam ke sekolah. Oh, mungkin saya yang terlalu lebay menanggapinya atau memang hanya perasaan saja. Baru 50 stel seragam saja yang mampu kami kirimkan, semoga beberapa hari lagirpenuhi permintaan Si Adik. Sungguh, saya tidak punya keberanian berjanji apapun ketika menatapnya. Hanya kegalauan yang menempa saya dan kawan-kawan untuk semakin giat bergandengan. Ada kewajiban besar yang mestinya mampu kita selesaikan segera. Beberapa bulan lalu, saya dan kawan-kawan menitipkan paket buku bacaan dan buku tulis beserta alat tulisnya kepada ayah salah satu anggota yang kebetulan tugas di Papua. Namun, ternyata jarak Nabire dan Wamena tidak semudah yang kami bayangkan, ketika bantuan buku hendak dikirimkan sekali lagi saya kaget. Rp. 60.000/kg kali 80kg, Angka itu bukan kecil untuk orang seperti kami. Saya berpikir 4,8 juta hanya ongkir kalau dibelikan seragam atau bantuan beasiswa maka lebih banyak manfaatnya. Inisiatif pun bermunculan, bukunya dialihkan saja ke daerah terdekat dari Nabire.
Bapak, sekiranya ada waktu dan kelebihan anggaran yang tidak telalu urgent bolehkah dana tersebut dialihkan untuk adik-adik di pelosok? Terlebih yang tidak pernah dijangkau media, tudak diketahui kebutuhannya. Sekali lagi saya bertanya Apakah mereka juga bagian dari Indonesia? Jika iya, mengapa pula harus berbeda?
Bapak, sering-seringlah berkunjung ke pedalaman dan daerah perbatasan. Terutama perbatasan Kalimantan-Malaysia. Anak-anak disana juga dalam kondisi yang harus didahulukan, jangan kaget ketika menemui anak-anak jauh lebih fasih berbahasa Melayu daripada Bahasa Malaysia. Jangan kaget ketika disana berlaku uang ringgit dalam transaksi sehari-hari, jangan pernah bertanya mengapa.
Banyak sekali yang ingin saya sampaikan sebenarnya, namun menulis saja tidak cukup. Saya sangat berharap suatu hari sebelum masa jabatan Bapak selesai Allah mengatur waktu mempertemukan saya dengan panjenengan. Salam hormat, santun dan cinta kami untuk bapak disana. Titipan pesan dari kawan-kawan agar bapak lebih memperhatikan pendidikan di pelosok nusantara. Inilah kami, hanya buruh migran yang berusaha mengubah nasib. Saya juga ingin lulus kuliah meski dengan sangat susah payah dan lelah. Bapak, saya dan kawan-kawan akan tetap ingat pada tanah air. Menjaga nama baik dan adat ketimuran kami di negeri orang. Inilah kami, anak-anak yang mengutarakan suara melalui tulisannya yang tidak usah bapak pikirkan. Mohon maaf atas kelancangan saya dalam tulisan ini.
[caption id="attachment_307165" align="alignnone" width="800" caption="Penulis adalah nomer 3 dari kanan. Foto: Album ApiKita-HK"]