Mohon tunggu...
Arie Yanwar
Arie Yanwar Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya seorang rakyat yang peduli kepada negerinya tercinta

Menulis sebagai bentuk apresiasi pada pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyimpan Dendam Setiap 30 September? Tirulah Nelson Mandela

29 September 2017   22:10 Diperbarui: 30 September 2017   15:55 6717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya suka menonton film tentang biografi orang-orang terkenal. Salah satu film biografi tersebut adalah "Mandela: Long Walk To Freedom" yang diperankan oleh Idris Elba dan ditayangkan di layar lebar tahun 2013. Saya tidak akan membahas resensi film tersebut, tapi ada bagian dalam adengan di film tersebut yang menarik perhatian saya terutama dengan kondisi saat ini di Indonesia. Dialog tersebut ada pada durasi antara 2:06:21 sampai 2:09:06, yang memuat narasi:

"Someone gave this note when I was leaving Boipatong and I want to read it to you. It says: 'No peace. Do not talk about peace. We have had enough. Please, Mr. Mandela, No peace. Give us weapons, not peace'. Here is my answer. There is only one way forward, and that is peace. I know that is not what you want to hear, but there is no other way. I am your leader and as long as I am your leader, I'm going to give you leadership. As long as I am your leader, I am going to tell you always when you are wrong and I tell you now, you are wrong. I have given my life to the struggle. I've been willing to die. I have lost 27 years of my life in prison, but I tell you now, I have forgiven them. If I can forgive them.... Than you can forgive them."

Dialog tersebut menceritakan kunjungan Mandela ke wilayah bernama Boipatong yang baru saja mengalami kerusuhan terkait politik apartheid dari kaum kulit putih. Periode terjadinya peristiwa tersebut merupakan saat-saat terakhir apartheid di mana kemarahan, ketakutan dan kebencian antara orang kulit putih dan kulit hitam termasuk juga sesama kulit hitam berada pada titik tertinggi. Tetapi justru respons Mandela akan tuntutan untuk berperang (bagian yang di-bold) itulah yang menurunkan tensi masyarakat kala itu.

Saya merasakan kondisi yang sama, walaupun tidak seekstrem Afrika Selatan kala itu, sedang terjadi di republik tercinta ini. Gesekan ini terlihat jelas di antara 2 kubu, yaitu mereka yang mengklaim membela Pancasila dan benci setengah mati dengan PKI sama mereka mereka yang menganggap PKI itu hanya hantu masa lalu tapi notabene bencinya setengah mati sama rezim yang dikuasai militer, terutama rezim Orba.

Untuk kubu yang saya sebut pertama, silakan baca sejarah bahkan pelajari saja buku-buku Karl Marx. Jangan bakar buku-buku yang dianggap "aliran kiri" karena bagaimana mungkin kita bisa mengetahui sesatnya ajaran komunis kalau membaca buku karya founding father-nya saja tidak pernah.

Tentu saja pikiran kita juga harus terbuka, karena dengan pikiran yang terbuka kita juga akan paham mengapa negara-negara yang memiliki paham komunis semuanya menjadi negara gagal. Bahkan negara-negara yang mengaku berideologi komunis sosialis pun pada akhirnya berpolah seperti kapitalis.

Sehingga dengan kata lain, tidaklah mungkin komunisme akan bangkit di Indonesia dan cara terbaik untuk memastikan hal tersebut adalah dengan membiarkan buku Karl Marx beredar terutama di kalangan akademisi.

Karena dengan melalui kajian-kajian secara akademisi lah, kita semua bisa paham apa itu sebenarnya komunis dan sosialis, mengapa ideologi tersebut muncul, mengapa bisa berjaya di masa lampau, apa dampak negatif dan positifnya bagi negara yang menganut ideologi tersebut. Dan mengapa ideologi tersebut banyak ditinggalkan oleh negara-negara yang mengaku menganut paham tersebut.

Bagi saya usaha-usaha untuk mengangkat kembali isu PKI dan kekejaman yang pernah dilakukan pengikut partai ini, merupakan usaha yang sia-sia dan tidak produktif. Karena, toh mereka ynag pernah jadi pengikut PKI kemungkinan besar sudah tidak ada satupun yang masih hidup saat ini. Pun, saya sangat yakin bahwa ideologi yang dibawa oleh PKI pun tidak akan mungkin bertumbuh kembali di republik tercinta ini. Apalagi jika langkah ini dibarengi dengan membuka akses sebesar mungkin untuk mempelajari ideologi yang kita anggap tabu ini.

Untuk kubu yang saya sebut terakhir, rezim Orba bukan hanya merugikan mereka yang anggota keluarganya pernah terkait PKI melainkan kita semua. Korupsi merajalela, pemiskinan di segala bidang dilakukan dengan sengaja dan tentu saja di balik itu ada komponen bangsa yang sangat kuat, yang juga dimanfaatkan oleh rezim itu untuk mendukung kelanggengannya berkuasa, yang masih dan akan tetap menjadi bagian terpenting dari bangsa ini yaitu militer.

Organisasi militer di negara manapun, termasuk organisasi yang eksklusif dan elit karena untuk menjadi bagian dari organisasi ini harus melalui serangkaian tes yang sulit dan organisasi ini juga memiliki privilege untuk memegang senjata yang terbaik lengkap dengan pelatihan dan berbagai fasilitas penunjangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun