Mohon tunggu...
Ayatullah Nurjati
Ayatullah Nurjati Mohon Tunggu... Guru - penikmat seni, pencinta Aquscape, Penggiat Teater, Penikmat musik Dangdut, Pemancing Amatir

Pernah ngeleseh selama 3 tahun di Jogja, penikmat dan pengamat seni. Pernah Bergiat di teater Plonk STIBA Jakarta Internasional, dan tutor sastra pada Forum Lingkar Filsafat dan Sastra KOPLIK Ciputat, Pernah bergiat di berbagai LSM. Pernah menjabat menjadi Ketua Senat ABA YPKK-STBA Technocrat 2001-02 dan pernah pula menjabat sebagai pimpred Communicado Press (sebuah wadah penulis muda). Aktif menulis di berbagai surat kabar terkemuka di Jakarta dan daerah. Pernah menjadi Ketua wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMK Jakarta Barat 2. Pernah mengajar terbang di Beberapa Kampus Terkemuka di Jakarta. Saat ini menjadi tenaga pengajar di SMK Negeri di Bilangan Jakarta Barat. Sedang menulis sebuah kumpulan cerpen (berujung besi) dan menyelesaikan Novelnya yang berjudul Cinta Cyber--Sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Demo Besar-besaran Para Ikan Penghuni Muara

4 Desember 2022   07:52 Diperbarui: 17 Desember 2022   17:55 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah habitat bagi ikan kolam pemancingan sebagai hiburan para manusia, lokasinya persis di muara menghadap ke laut, terkadang bila pasang air laut, airnya masuk ke kolam tersebut dan bila surut maka tak jarang ikan-ikan liar banyak terperangkap disana seperti ikan kerapu, ikan kiper banyak orang menyebutnya atau ketang-ketang, ikan baronang dan berbagai ikan air payau yang mendiami kolam itu yang sebentar lagi juga bahkan akan tergusur oleh para bos besar lalim atas nama kemanusiaan yang menjelma menjadi dewa atau dewi penyelamat menampung orang banyak, begitu alasannya.

Di kolam itu terdapat ikan penghuni yang memang sengaja dipelihara oleh Juragan empang yakni ikan bandeng yang hidup layaknya binatang tenar di dunia perikanan, bagaimana tidak setiap hari mereka dibohongi, diberi makan--dipancing-dipresto-dimakan oleh manusia, teman-temannya dan juga pakannya adalah, plankton dan jenis udang seperti udang renik, udang galah, udang api bahkan udang putih, dan kakap putih bahkan yang aneh lagi beberapa ikan fresh water juga dipaksa tinggal disana seperti Ikan Mas, Tilapia dan berbagai mahluk lain yang mendiami kolam itu seperti insekta air dan penghuni lainnya. Jika mereka tahu tentang perselingkuhan pemilik dengan pelanggan mereka, mereka akan mogok makan pastinya. Seolah mereka tidak tahu bahwa selama mereka tinggal disana dari seniornya hingga mereka selalu dibohongi

Ikan Bandeng yang tinggal di teluk kota ini memang tersebar luas dari Samudra Hindia hingga samudra Pasifik menyadari tidak akan bisa seperti ikan salmon yang terus beregenerasi di sini karena beton kondominium, tanggul, berbagai aksesori irigasi, perumahan dan wilayah pulau reklamasi tampaknya mengebiri kausalitas reproduksi mereka. Bagaimana tidak di habitat aslinya di pedalaman di wilayah lain di Negara ini ikan bandeng bisa mencapai ukuran maksimal sampai ukuran 7 kg bahkan lebih. Memang kedua ikan itu mirip dalam berreproduksi akan tetapi di wilayah ini ikhtiar manusia dalam membudidayakan ikan bandeng amatlah cerdas dan unik mirip lobster yang ada di keramba apung di semenanjung perairan Negara ini, Negara ini memang  menjadi pusat destinasi bagi para lobster untuk sekedar singgah kemudian berreproduksi karena perairann dan lautnya memiliki suhu dan morfologi kelautannya yang tropis dan amat sangat ideal untuk mereka berreproduksi  dari selatan pulau Sumatra, Jawa Hingga Papua. Berbeda dengan kampungku yang memang jarang sekali ada pembatas atau tingkat polusi tinggi sehingga para lobster dan bandeng layak untuk hidup hingga dewasa.

Sementara itu ikan sembilang itu berbisik lirih bahwa ia tidak akan punah sampai mencapai ukuran dewasanya. Jujur saja mereka suka diperlakukan seperti ini karena sudah sewajarnya ikan itu harus dikonsumsi oleh hewan liar atau manusia atau bahkan sering karena ulah manusia mereka sering terkena limbah yang sengaja ataupun tanpa disengaja dibuang oleh manusia dari sungai menuju laut. sedih memang.

Entah apa yang ada di fikiran manusia sebagai bos di muka bumi. Apakah mereka tidak sadar bahwa bos besar mereka yakni Tuhan sedang memperhatikan kelaliman mereka, entah alasan untuk wilayah darat tidak abrasi akan air laut, perluasan lahan, menampung penduduk yang lebih banyak lagi atau sebuah ikhtiar baru, pembuatan reklamasi jelas diperbolehkan asal tidak membatasi sebaran koloni para ikan dan habitatnya dari sungai hingga laut. Apa benar sebelum reklasmasi dibuat, di semenanjung dan teluk di kota ini langsung dibuat tiang pancang, kondominium, gedung bertingkat dan berbagai ornament kemegahan untuk manusia. Alasan bisnis jelaslah menggurita, jelas-jelas pragmatis memang tak hilang dari benak manusia, entah hanya disini saja atau dibelahan dunia lain.

Pembuatan irigasi yang menyekat migrasi berbagai habitat air pun jelas kentara dan terlihat. Tak akan bisa ikan bermigrasi hanya untuk berrepoduksi bilamana terdapat halangan dan rintangan, tak akan mungkin ketika mereka berenang dan bertemu dengan beton irigasi mereka naik dulu ke darat kemudian berjalan menyebrangi pembatas itu kemudian bilaman lewat rintangan mereka kembali nyemplung ke air.

Ikan endemik yang ada pun sekarang sudah mulai banyak yang menghilang. Apalagi ikan endemik penghuni sini amat sangat rentang dengan perubahan air serta iklim yang ada. Haruslah dalam kondisi perawan habitatnya mirip habitat yang ada di wilayah Kalimantan, Sulawesi atau papua. Kau tak akan susah-susah mencari ikan endemik di Negara ini. Tapi jelas sekarang berbeda faktanya di wilayah mereka sudah terancam punah, miris sekali melihatnya

Ikan nilam, ikan lele,ikan mas dan tawes sudah kehilangan jati dirinya karena telah dipaksa untuk tinggal disana kemudian oleh Manusia disekat dan dibuatkan bangunan-bangunan itu juga memang karena memang habitat sungai tak lagi aman untuk disinggahi. Mereka berteriak dimana habitatnya saat ini karena tergusur oleh bangunan megah manusia yang tidak pernah menyangka jika kondisi para ikan saat ini telah termarginalkan, apalagi bahkan akan tergusur. Mereka tidak lagi berkuasa.

Lebih dari 4 dekade kondisi alamnya menjadi aneh, tadinya sih ingin meniru kota di Singapura atau Dubai atau kota-kota di Negara maju di belahan bumi lainnya. mungkin konsep awalnya sudah sangat tepat, akan tetapi makin bertambah tahun justru malah bertambah ruwet dan parah dan tidak memperhatikan skema alam yang ada sehingga malah memperumit kondisi yang disini. Bagaimana tidak jalur air disekat dari sungai ke laut. Mereka merasa kematian mereka sia-sia karena tidak disajikan di piring di meja makan manusia atau dijadikan umpan bagi lingsang atau berang-berang. Udang galah sekarang lurus dan kurus, merasa sudah sia-sia jika mereka hidup.

Kondisi inilah yang memacu mereka untuk melakukan sebuah perlawanan. Mereka sepakat untuk berkoloni dan tidak mau tercerai berai satu sama lain atas dasar keinginan yang sama yakni menuntut hak-hak mereka yang telah lama tergadai. Para tetua di hilir kerapu lumpur semakin panas 'segera mengerahkan pasukan untuk menjebol bendungan yang menghubungkan apartemen, Kondominium, bangunan-bangunan tinggi dan beton dari hulu ke hilir kata komandan demonstrasi yakni ikan kerapu.

Kabar tentang rencana demonstrasi besar-besar sampai kepada ikan hiu dan ikan paus sebagai ketua di perairan terbuka dan mereka juga sepakat untuk mendukung gerakan perlawanan terhadap para manusia lalim ini dan akan melakukan sebuh perlawanan meskipun hanya sampai di perairan terbuka jauh dari daratan. Dimotori oleh ikan-ikan kecil dimana mereka sudah berani melakukan kamikaze pada beberapa waktu lalu dan juga telah menginformasikan kepada ketua lempeng dan sesar bumi juga tak lupa para gunung untuk sedikit menumpahkan larvanya ke udara sebagai tanda bentuk instruksi untuk segera bergerak melawan kelaliman umat manusia yang diawali oleh gunung yang berada dekat selat yang mengapit dua pulau besar untuk melakukan sebuah demostrasi gabungan. Jelas lempeng dan sesar aktif serta gunung-gunung lebih pro kepada mereka dibanding manusia dan hal ini akan menjadi trending topik diliput oleh jurnalis di televisi dunia air juga manusia.

Cerpen karyaku ini telah terbit versi Bahasa Inggris dengan MASSIVE DEMO OF ESTUARY FISH pengembangan dari syairku massive demo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun