Mohon tunggu...
Ayatullah Nurjati
Ayatullah Nurjati Mohon Tunggu... Guru - penikmat seni, pencinta Aquscape, Penggiat Teater, Penikmat musik Dangdut, Pemancing Amatir

Pernah ngeleseh selama 3 tahun di Jogja, penikmat dan pengamat seni. Pernah Bergiat di teater Plonk STIBA Jakarta Internasional, dan tutor sastra pada Forum Lingkar Filsafat dan Sastra KOPLIK Ciputat, Pernah bergiat di berbagai LSM. Pernah menjabat menjadi Ketua Senat ABA YPKK-STBA Technocrat 2001-02 dan pernah pula menjabat sebagai pimpred Communicado Press (sebuah wadah penulis muda). Aktif menulis di berbagai surat kabar terkemuka di Jakarta dan daerah. Pernah menjadi Ketua wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMK Jakarta Barat 2. Pernah mengajar terbang di Beberapa Kampus Terkemuka di Jakarta. Saat ini menjadi tenaga pengajar di SMK Negeri di Bilangan Jakarta Barat. Sedang menulis sebuah kumpulan cerpen (berujung besi) dan menyelesaikan Novelnya yang berjudul Cinta Cyber--Sastra

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sesosok Wajah Tua (Terjemahan dari An Old Face)

12 Oktober 2021   22:33 Diperbarui: 12 Oktober 2021   22:47 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Wajah yang selalu tegar termakan usia yang seolah tak lelah tuk merengek

Tak pernah menuai emas dalam pundi dan saku bajunya yang lusuh

Masih berharap dan berharap agar dia bisa mengayuh kehidupan

Aku hanya bisa mencacinya, menelantarkan dan selalu membuat kalbunya menangis

Apakah itu disebut ayah, bapak atau papa yang selalu tegar diterpa badai

Apakah memang itu jalan terjal yang selalu dijajaki

            Karena ayah aku bisa menuai bangku sekolah yang kolot dengan pernak-pernik ketamakannya

            Dan karena ayah pula aku bisa menghujam esensi kehidupan melalui pendidikan

            Aku bersyukur kepada wajah tua renta yang seakan tak lelah tuk memberikan ketentraman

            Aku yang tak tahu diri ini hanya bisa berceloteh kepada sesosok wajah itu bagaimana harus bersikap tanpa tahu bagaimana harus  

            bersikap secara manusiawi

Aku yang tak tahu terima kasih ini hanya bisa menorehkan tinta hitam dan terus menerus berkasak kusuk

Dasar memang aku tak tahu diri atau tak tahu balas budi

Siang, malam wajah itu selalu mengais intan demi keluargaku

Tapi coba lihat apa yang diperbuat anak-anak laknat termasuk aku hanya bisa memikirkan pribadi

Guratan wajah yang terkesan telah memudar dan otot-otot yang beringsut reot

            Tetap saja wajah itu selalu mengembangkan senyumnya

            Terimakasih ayah semoga kau suatu saat dapat menerima ganjaran dariku bukan lewat materi tetapi lewat esensi.

Puisi ini telah terbit di PoemHunter dengan judul An Old Face

18.31 sore/07-04-03

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun