Aku adalah seorang praktisi kemiskinanÂ
engkau adalah praktisi KemapananÂ
Kita bertemu di ruang-waktu yang tidak disengajaÂ
Entah dari mana datangnya engkau seolah hanya menggeliat seolah membangunkan alam bawah sadarku tentang dunia iniÂ
Alam bawah sadar yang telah dicengkeram olehmu yang hadir di setiap doaku Entah ini ujian Tuhan atau apa, entahlah, aku juga bingung pada saat iniÂ
engkau dulu adalah orang yang begitu kukenal, tenang dan meyakinkan tapi sayangnya ada jurang pemisah di antara kita layaknya iman yang selalu harus kutanyakan padamu atau itu hanya sekedar topengÂ
Aku dulu menyukai kepolosanmu dan sikapmu sederhana yang ada pada dirimu--selalu ingin digapai dengan sabarÂ
Yang jelas ledakannya semakin melemah dan memudar, membuatku menyadari bagaimana aku harus bersikapÂ
Aku selalu ambigu dalam menentukan sikap Dan saat aku menjadi pecinta, aku selalu menjadi pecundangÂ
engkau adalah ruang antariksa dan ruang waktu sedangkan aku adalah bumi nan gersangÂ
Bisakah perbedaan ini disepadu-sepadankan dengan persepsi tentang hubungan serius yang telah terjalin setelah sekian lama? Ketidakpedulian, kepasrahan dan diam adalah kuncinya, sembari berharap Tuhan berkenan memberikan jalan-Nya bagi umatnya yang selalu berdzikirÂ
Hanya ini yang bisa saya lakukan engkau datang dan pergi terserah padamu saat ini, sudah tak masalah bagikuÂ
Yang penting perasaan terpendam itu kembali Terima kasih sayang, sekali lagi, idealisme saya semakin memudar
Telah diterbitkan di PoemHunter.com dengan judul Being Realistic--Live with simplicity
dan di channel Youtube
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI