Aku adalah seorang praktisi kemiskinanÂ
engkau adalah praktisi KemapananÂ
Kita bertemu di ruang-waktu yang tidak disengajaÂ
Entah dari mana datangnya engkau seolah hanya menggeliat seolah membangunkan alam bawah sadarku tentang dunia iniÂ
Alam bawah sadar yang telah dicengkeram olehmu yang hadir di setiap doaku Entah ini ujian Tuhan atau apa, entahlah, aku juga bingung pada saat iniÂ
engkau dulu adalah orang yang begitu kukenal, tenang dan meyakinkan tapi sayangnya ada jurang pemisah di antara kita layaknya iman yang selalu harus kutanyakan padamu atau itu hanya sekedar topengÂ
Aku dulu menyukai kepolosanmu dan sikapmu sederhana yang ada pada dirimu--selalu ingin digapai dengan sabarÂ
Yang jelas ledakannya semakin melemah dan memudar, membuatku menyadari bagaimana aku harus bersikapÂ
Aku selalu ambigu dalam menentukan sikap Dan saat aku menjadi pecinta, aku selalu menjadi pecundangÂ
engkau adalah ruang antariksa dan ruang waktu sedangkan aku adalah bumi nan gersangÂ
Bisakah perbedaan ini disepadu-sepadankan dengan persepsi tentang hubungan serius yang telah terjalin setelah sekian lama? Ketidakpedulian, kepasrahan dan diam adalah kuncinya, sembari berharap Tuhan berkenan memberikan jalan-Nya bagi umatnya yang selalu berdzikirÂ