Mohon tunggu...
Ayatullah Nurjati
Ayatullah Nurjati Mohon Tunggu... Guru - penikmat seni, pencinta Aquscape, Penggiat Teater, Penikmat musik Dangdut, Pemancing Amatir

Pernah ngeleseh selama 3 tahun di Jogja, penikmat dan pengamat seni. Pernah Bergiat di teater Plonk STIBA Jakarta Internasional, dan tutor sastra pada Forum Lingkar Filsafat dan Sastra KOPLIK Ciputat, Pernah bergiat di berbagai LSM. Pernah menjabat menjadi Ketua Senat ABA YPKK-STBA Technocrat 2001-02 dan pernah pula menjabat sebagai pimpred Communicado Press (sebuah wadah penulis muda). Aktif menulis di berbagai surat kabar terkemuka di Jakarta dan daerah. Pernah menjadi Ketua wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMK Jakarta Barat 2. Pernah mengajar terbang di Beberapa Kampus Terkemuka di Jakarta. Saat ini menjadi tenaga pengajar di SMK Negeri di Bilangan Jakarta Barat. Sedang menulis sebuah kumpulan cerpen (berujung besi) dan menyelesaikan Novelnya yang berjudul Cinta Cyber--Sastra

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menjadi Realistis-Hidup dengan Kesederhanaan (Terjemahan dari Being Realistic-Live with Simplicity)

12 Oktober 2021   21:29 Diperbarui: 12 Oktober 2021   21:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku adalah seorang praktisi kemiskinan 

engkau adalah praktisi Kemapanan 

Kita bertemu di ruang-waktu yang tidak disengaja 

Entah dari mana datangnya engkau seolah hanya menggeliat seolah membangunkan alam bawah sadarku tentang dunia ini 

Alam bawah sadar yang telah dicengkeram olehmu yang hadir di setiap doaku Entah ini ujian Tuhan atau apa, entahlah, aku juga bingung pada saat ini 

engkau dulu adalah orang yang begitu kukenal, tenang dan meyakinkan tapi sayangnya ada jurang pemisah di antara kita layaknya iman yang selalu harus kutanyakan padamu atau itu hanya sekedar topeng 

Aku dulu menyukai kepolosanmu dan sikapmu sederhana yang ada pada dirimu--selalu ingin digapai dengan sabar 

Yang jelas ledakannya semakin melemah dan memudar, membuatku menyadari bagaimana aku harus bersikap 

Aku selalu ambigu dalam menentukan sikap Dan saat aku menjadi pecinta, aku selalu menjadi pecundang 

engkau adalah ruang antariksa dan ruang waktu sedangkan aku adalah bumi nan gersang 

Bisakah perbedaan ini disepadu-sepadankan dengan persepsi tentang hubungan serius yang telah terjalin setelah sekian lama? Ketidakpedulian, kepasrahan dan diam adalah kuncinya, sembari berharap Tuhan berkenan memberikan jalan-Nya bagi umatnya yang selalu berdzikir 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun