Mohon tunggu...
Aya Shofia
Aya Shofia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Do what makes you smile! That's all.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemuda dalam Panggung Drama Media Sosial (Instagram)

20 Oktober 2021   12:07 Diperbarui: 20 Oktober 2021   13:29 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Aya Shofia Irawan

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan komunikasi berkembang pesat dan menjadi suatu kebutuhan bagi kalangan manapun. Teknologi sebagai sebuah inovasi yang diciptakan manusia untuk memudahkan segala pekerjaannya. Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi saat ini telah merubah bagaimana cara individu dalam berinteraksi satu sama lain, interaksi yang dapat mudah dilakukan tanpa perlu pada ruang dan waktu yang sama. 

Siapa sih yang tidak mengetahui media sosial? Pastinya sudah tidak asing lagi dengan namanya media sosial. Apalagi dikalangan pemuda, tentu media sosial yang seolah-olah sudah seperti makan sehari-hari atau kebutuhan primer. Tercatat dalam laporan Statista bahwa pengguna media sosial di Indonesia pada 2020 dengan rentang usia 18-24 tahun. Berdasarkan laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 16,1% dan 14,2%.

Keberadaan media sosial menjadi suatu trend yang memberikan dampak terhadap perkembangan pola pikir manusia. Dengan segala kemudahan yang diberikan media sosial seperti mudahnya berkomunikasi di dunia maya, dapat berpartisipasi, sharing, dan menciptakan, mendapatkan informasi. Media sosial bukan hanya sebagai media dalam berkomunikasi dan berinteraksi, akan tetapi juga menjadi sebuah media untuk mempresentasikan diri penggunanya. Dari tahun ke tahun media sosial makin populer. Salah satu media sosial yang populer digunakan generasi sekarang adalah Instagram. Instagram menjadi media sosial yang diminati oleh para pemuda yang dapat dikategorikan sebagai digital native, di mana generasi ini lahir dan tumbuh di era internet. Platform ini sebagai tempat untuk membagikan foto maupun video. Dengan beragam fiturnya, seperti insta story, instagram live, IGTV, direct message dan yang terbaru adalah reel.

Pemuda akan yang cenderung tidak ingin ketinggalan zaman akan mengikuti berbagai macam tren yang ada. Ingin membagikan berbagai macam hal kepada followersnya. Followers menjadi suatu hal yang penting, jumlah like dan followers sangat mempengaruhi. Dalam mempresentasikan diri, pengguna media sosial akan menata sedemikan rupa tampilan yang diunggah. Ketika menata akunnya pengguna harus memiliki stategi dalam membangun identitasnya. Strategi ini diperlukan untuk membuat image atau membangun branding yang ingin diperlihatkan kepada khalayak. 

Apa yang ingin diperlihatkan pengguna dalam mempresentasikan diri atau disebut dengan manajemen impresi (impression management) sebagai sebuah tindakan dalam menampilkan diri yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan citra yang diinginkan. Seperti menata feedsnya dengan rapih atau warna senada, bagaimana outfit dengan lokasi sesuai, barang apa yang ingin diperlihatkan, caption yang dipakai untuk foto atau video. Bukan hanya itu saja, tapi bagaimana seseorang membuat sebuah konten yang bermanfaat dengan memberikan informasi-informasi seperti dalam bidang kesehatan, fashion, pendidikan, budaya, sosial, politik, dan lain-lain.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Goffman bahwa individu itu memerlukan sebuah wadah dan atribut untuk memainkan suatu peran. Media sosial terutama instagram ini dimanfaatkan sebagai media untuk menuangkan ide, pikiran dalam publikasi konten yang dapat dinikmati oleh followersnya. Media sosial Instagram merupakan sebuah wadah bagi para pemuda untuk eksplorasi secara leluasa terhadap presentasi dirinya kepada orang lain.

Pertunjukan teater ala dramaturgi

Parktik dramaturgi ini sebagai sebuah presentasi dirinya, bagaimana akan dipandang oleh orang lain. Dramaturgi adalah sebuah teori dari Erving Goffman, melalui bukunya yang berjudul "The presentation of Self Everyday Life". Dalam teorinya bahwa kehidupan itu memiliki panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Ketika individu berinteraksi, ia memilih peran apa yang akan dilakukan. Panggung depan (front stage) sebagai identitas sosial yang dibangun dalam berinteraksi dengan kelompok yang ada dimasyarakat. Sedangkan panggung belakang (back stage) sebagai tempat unruk menyembunyikan identitas secara persinal.

Terkait dengan teori Goffman ini pengguna media sosial memainkan perannya pada dunia maya. Dalam era digital ini bagaimana pembagian panggung depan dan belakang, melihat bagaimana presentasi dirinya pada dunia nyata dan media sosialnya. Ketika individu atau aktor berhasil dalam memerankan perannya, maka penonton akan melihat aktor itu sesuai apa yang dipertunjukan. Aktor pun akan mudah membawa penonton untuk mencapai pertunjukan yang diperankan. Membangun image yang diinginkan di media sosial menjadi suatu hal yang lumrah. Aktor akan mengelola kesan yang diperankan di panggung depan.

Bisa saja seseorang di instagram terlihat kekinian, foto di tempat-tempat yang sedang ngetren, terlihat cantik atau ganteng, terlihat baik-baik saja atau bahagia namun kenyataannya justru sebaliknya. 

Betapapun media sosial tampak realistis, namun tetap saja hal itu hanya realitas yang semu.

Tujuan dari dramaturgi ini menurut Goffman adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Ketika aktor berhasil memainkan perannya maka penonton akan melihat aktor sesuai dengan apa yang memang dipertunjukkan oleh aktor tersebut. Sehingga aktor akan semakin mudah membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan yang dilakukan.

Media sosial sebagai eksistensi diri agar diakui keberadaan dirinya, terutama bagi pemuda. Terlebih lagi sedang mencari jati dirinya, tentunya ingin diakui keberadaannya. Untuk melakukan peran yang totalitas dan sempurna diperlukan personal front dan setting. Di mana setting sebagai situasi fisik ketika melakukan pertunjukan. Tanpa adanya setting, aktor tidak dapat melakukan pertunjukan. Personal front bagaimana si aktor dalam melakukan perannya berdasarkan apa yang ia ketahui.

Misalnya pada penyuka Kpop, ia akan mempresentasikan diri dalam menampilkan kesan sebagai penggemar Kpop melalui bahasa korea, pakaian, style korea. Pada foto profil menggunakan foto biasnya. Bukan hanya setting saja, tetapi faktor pendukung dari personal front dari gaya dan penampilan yang dapat menunjukkan identitasya sebagai seorang Kpopers. Dapat juga menampilkan aktivitasnya dalam mengcover lagu ataupun dance korea.

Contoh lainnya adalah kesan sebagai orang yang bijak, memberikan pengaruh positif bagi follwersnya dengan cara memposting kegiatan dalam beramal atau memberikan kata-kata motivasi untuk memberikan semangat dan harapan bagi hidup.  

Tak dapat dipungkiri bahwa media sosial ini dapat menjadi ajang lomba untuk mewujudkan eksistensi diri. Media sosial menjadi sebuah kebututan yang tak terelakan. Tidak hanya menampilkan perbedaan pada kehidupan nyata dan dunia, akan tetapi dalam media sosial pun dapat memperlihatkan dua sisi yang berbeda. Sisi depan berusaha menampilkan peran sebaik mungkin. Seperti halnya mempunyai dua akun instagram. Di mana akun pertama memperlihatkan sisi yang benar-benar ingin diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan pada akun kedua yang berisikan orang-orang terdekatnya, mengunggah apapun yang diinginkan, foto atau video kegiatannya tanpa perlu ditutup-tutupi ataupun sebagai sarana curhat. Akun kedua sebagai kebebasan menampilkan dirinya tanpa merasa takut diberikan label tertentu. Tindakan yang dilakukan oleh aktor di front stage dan back stage adalah bentuk dari kesenjangan yang terdapat dalam diri.

Hal yang diunggah di Instagram tidak hanya membuat pencitraan yang baik, trendi, terlihat hebat, keren, kaya, akan tetapi ada hal-hal yang penting untuk dapat dibagikan, seperti pendidikan, kesehatan, informasi. Hal yang dipaksakan bukanlah suatu hal yang baik. Ada banyak hal yang dapat dilakukan pada media sosial, yang memang dapat memberikan kesan yang baik ataupun buruk. Kemudahan dalam mengakses media sosial tergantung bagaimana pilihan masing-masing. Presentasi diri yang ditampilkan dalam instagram adalah pilihan pribadi, mau apa dan seperti apa. Media sosial dapat memudarkan batasan yang ada di front stage ataupun back stage. Melalui media sosial dapat menampilkan apa yang dikehendaki seperti prestasi dirinya, cita-cita, berbagai informasi, dan lain-lain. Bagaimana para pemuda menggunakan media sosial secara bijak, bukan menampilkan hal yang tidak sesuai dengan norma seperti halnya menghujat, bullying, ataupun caci maki.

Referensi:

Anasari, N. (2015). Media Sosial Sebagai Panggung Drama (Studi Deskriptif Presentasi Diri Pengguna Twitter di Kalangan Mahasiswa Unesa). Paradigma, 3(3).

Ayuningthyas, P. (2017). Media Sosial Instagram Sebagai Panggung Peresentasi Diri Pada Siswa Sma Negeri 2 Karanganyar. SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant, 5(2).

Dewi, R., & Janitra, P. A. (2018). Dramaturgi Dalam Media Sosial: Second Account Di Instagram Sebagai Alter Ego. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(3), 340-347.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun