Mohon tunggu...
ay aish
ay aish Mohon Tunggu... Mahasiswa - Explorer

Mahasiswi Ilmu Komunikasi semester akhir yang sedang berjuang dengan tugas akhir dan skripsi

Selanjutnya

Tutup

Music

Anthropological Approach dan Kaitannya dengan Komunikasi Non Verbal

27 Desember 2021   12:04 Diperbarui: 27 Desember 2021   12:08 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image source/dok.pribadi

Anthropoligical Approach menganggap bahwa komunikasi non-verbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat. Pendekatan ini di wakili oleh Teori Analogi Linguistik dan Teori Analogi kultural yang dikemukaan oleh Birdwhistell dan Edward T-Hall. 

Dalam Teori Analogi Linguistik miliknya, Birdwhistell berasumsi bahwa komunikasi non-verbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal.

Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk hal yang kita sebut kata. Lalu kombinasi kata dalam suatu konteks membentuk kalimat dan begitupun kombinasi kalimat membentuk paragraf. 

Allokines atau bunyi non verbal akan membentuk suatu kines, yakni bentuk yang serupa dengan bahasa verbal. 

Teori inipun didasari dengan pemikiran bahwa kelima indra kita saling berinteraksi untuk menciptakan suatu persepsi, dan dalam setiap situasi akan ada indra yang lebih mendominasi indra lainnya. 

Contoh; Terkadang tubuh kita menunjukan refleks indra yang sesuai dengan emosi kita. Seperti ketika seorang anak kecil meminta mainan baru dan dihadiahkan oleh ayahnya ketika ulang tahunnya, secara refleks mungkin ia akan berteriak yey atau yess sambil mengepalkan telapak tangan dan mengangkat lengannya sebagai bentuk kebahagiaannya. 

Dalam kitab Tarikh-adab-l-arabiyah bahasa di sebutkan sebagai Alfadz yuabbiru bihaa kullu qoumin 'an agraadhiha yang berarti bahwa bahasa adalah ungkapan yang digunakan suatu kaum guna menyampaikan maksudnya. 

Karena jika di telaah lebih lanjut banyak bahasa non verbal yang sebenarnya jika kita perhatikan memiliki struktur yang sama dengan verbal. 

Seperti ketika kita menggeleng sambil mengerang kecil yang berarti tidak, ato ketika kita sedih kita mengeluarkaan airmata dan tersedu-sedu. 

Kemudian Teori Analogi kultural yang dikemukakan oleh Edward T.Hall membahas komunikasi non verbal dari aspek procemix dan chronemics. 

Proxemico mengacu pada penggunaan ruang sebagai ekspresi spesifik dari kultur, ruang yang dimasud adalah lingkungan. Hall mengemukakan bahwa ada tiga jenis ruang berdasarkan norma dan espektasi yang berbeda-beda, yaitu; 

  • Informal Space/Personal Space,yakni ruang yang disekitar kita 

  • Fixed-feature Space, yakni ruang besar yang sulit dipindahkan seperti rumah, kantor 

  • Semifixed-feature Space, yakni barang-barang yang dapat dipindahkan didalam Fixed-feature Space

Aspek terpentingnya ada pada personal space. Dimana menurutnya preferensi ruang seseorang ditentukan oleh delapan faktor terkait yang dapat ditemukan di setiap kultur, yakni: Jenis kelamin, sudut pandang, posisi badan, sentuhan, frekuensi, persepsi, bau dan volume suara dalam interkasi. 

Kemudian dalam analisisnya mengenai chronemic atau waktu di temukanlah; formal time(mencakup susunan dan siklus), informal time(lebih longgar dalam kultur) dan technical time(dengan keterangan yang lebih spesifik seperti menit, detik). 

Contoh; Seorang wanita berusia tiga puluhan berprofesi sebagai guru matematika di sebuah sekolah menengah pertama. Ketika berada disekolah dia memposisikan dirinya sebagai guru matematika yang tegas dengan mimik wajah yang serius. 

Sikapnya yang seperti itu adalah bentuk dari bagaimana procemic dan chronemic mempengaruhi image dalam komunikasi non verbal dirinya. Sikapnya seperti itu karena dia dalam fixed-feature space dan formal time. 

Di sore hari sang wanita menyisikan waktunya untuk mengajar ngaji. Kerena di tempat mengaji bukan lagi formal time, ia bersikap lembut dan ramah kepada semua anak didik tempatnya mengaji. Karena menurutnya tempat mengaji adalah waktu yang informal. 

Namun ketika ia pulang ke rumah dan beranjak ke kamar iapun memasuki informal/personal space miliknya. Ketika sendirian dia akan sangat bebas dan tak ada batasan akan tingkah laku dan persepsi. Namun ketika ada orang lain yang memasuki personal space tersebut, seperti ketika ia bersama suaminya. 

Ia akan berlagak lebih lembut dan manja dikarenakan pengaruh delapan faktor terkait yang dapat ditemukan di setiap kultur, yakni: Jenis kelamin, sudut pandang, posisi badan, sentuhan, frekuensi, persepsi, bau dan volume suara dalam interkasi. 

Sasa Djuarsa Sendjaja, Modul 2 BMP SKOM4204 Teori Komunikasi Cet.9 Ed.3, Tangerang selatan;Universitas Terbuka, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun