Mohon tunggu...
Ayah Yahya
Ayah Yahya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Hati-hati! Bahaya Dibalik Sertifikat Tanah Gratis

9 April 2018   16:46 Diperbarui: 9 April 2018   16:53 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sedang giat untuk meluncurkan program sertifikat tanah gratis bagi masyarakat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Saya pribadi, sangat mengapresiasi program pemerintah ini. Karena jelas keberpihakannya kepada rakyat. Tentu saja, apresiasi ini terlepas dari persoalan teknis terkait dengan pungutan liar dari oknum-oknum pemerintahan.

Ide yang cerdas ini sangat membantu masyarakat ditengah mahalnya biaya pembuatan sertifikat melalui pejabat pembuat akta tanah. Kemudian, tentu saja kita semua akan berpikir. Terus kenapa? Next what? Kalau sudah punya sertifikat terus manfaatnya apa untuk rakyat?

Mari kita bahas secara objektif. Pertama, dan tentu yang utama, bagi rakyat, hal ini merupakan jaminan mutu status kepemilikan tanah. Sehingga di masa depan tidak akan ada konflik atau sengketa kepemilikan tanah. Selanjutnya, akan memudahkan dalam mengurus tanah warisan, jual beli tanah, dan sebagainya.

Kedua, bagi Pemerintah, juga memberikan keuntungan. Di tengah hingar-bingar pemerintah mencari cara untuk mengkatrol pemasukan negara, pemerintah akan mendapatkan bantuan dana segar baru dari para wajib pajak pemilik Sertifikat tanah. Misalkan tanah yang disertifikatkan sebanyak 5 juta kavling, lalu  dikalikan dengan nominal pajak Rp. 50.000,-(misal), pemerintah sudah mendapatkan minimal dana segar sebanyak 250 milyar rupiah.  

Dengan bertambahnya pemasukan negara berupa pajak, plafon kredit pemerintah atas pembiayaan lembaga dunia tentu akan terkatrol pula. Walaupun saya tidak suka dengan utang dan pajak, tapi memang perlu diakui kecerdikan pemerintah dalam hal ini (debt make someone smarter to handle their bills). Dengan modal kecil berupa beberapa lembar kertas negara, ditambah kerja keras aparatur sipil negara, pemerintah maupun rakyat bahagia.

Namun, jika tidak hati-hati, program PTSL ini justru bisa berdampak buruk, lebih buruk daripada pajak bagi masyarakat awam. Kenapa demikian? Karena  ternyata, mereka menjaminkan sertifikatnya kepada perbankan untuk mendapatkan modal. Media daring nasional beberapa kali memberitakan naiknya pendapatan masyarakat karena sebab sertifikat tanah gratis. Kemudian diakui oleh salah satu penerimanya tidak hanya digunakan untuk permodalan usaha, tapi juga kebutuhan hidup sehari-hari termasuk biaya sekolah anak-anaknya.

Secara tidak langsung, pak Presiden pun memberi inspirasi dan ide bagi masyarakat awam tentang pinjaman ini. Tertulis nasihat presiden "Kalau mau dijadikan jaminan utang, lebih berhati-hati, agar dikalkulasi dengan baik dan gunakan pinjaman untuk modal yang produktif. Jangan sampai sertifikat ini hilang karena dilelang sebagai pelunasan utang. "Maksud presiden sebenarnya baik, agar rakyat berhati-hati. Namun, bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terpikirkan tentang hal ini, lebih-lebih memikirkan dan memahami literasi keuangan, menjadi sangat berbahaya. Masyarakat yang sebelumnya tidak terpikir untuk menjaminkan sertifikatnya, menjadi terpikirkan, dan buruknya tanpa pengetahuan lebih tentang pengelolaan keuangan.

Bagi penulis sendiri, berhubungan dengan perbankan  adalah momok bagi kehidupan, terlebih bagi orang yang tidak memiliki penghasilan tetap. Kemungkinannya hanya 2, berhasil melunasi cicilan atau gagal. Bagi yang berhasil melunasi, akan terus ketagihan meminjam, candu kemakmuran, bahkan sampai usia sudah tidak lagi produktif. Sedangkan bagi yang gagal, tanah dan sertifikatnya sudah pasti lenyap, dilelang atau terpaksa dijual kepada pihak bermodal lain. 

Mana yang lebih besar peluangnya diantara yang berhasil atau tidak? Dari sisi perencanaan finansial, tentu sulit untuk membuat simulasi kredit yang berhasil kepada para petani dan nelayan. Mata pencaharian mereka  tidak tetap dan beresiko besar karena sangat dipengaruhi faktor alam.  Perlu tenaga ekstra untuk berhasil. Perlu kesabaran ekstra untuk tidak menikmati hasil disaat berlebih, disimpan untuk kemungkinan terburuk di masa cicilan berikutnya.

Pada sudut pandang lain, Dengan adanya sertifikat ini juga sebenarnya memudahkan pemilik modal di perkotaan untuk bisa memiliki tanah di pedesaan. Dulu, sebelum ada Sertifikat, orang di perkotaan akan berpikir banyak karena tidak jelasnya status tanah. Setelah jelas status kepemilikan, maka tentu tanah di pedesaan akan semakin dilirik oleh pemilik modal. Jika tidak hati-hati, para pemilik tanah di pedesaan akan kehilangan tanahnya, baik oleh perbankan, atau godaan uang para pendatang. 

Penulis berharap, agar masyarakat pedesaan jangan sampai tergoda pinjaman perbankan. Terlalu besar resikonya menggadaikan tanah bersertifikat hanya untuk modal yang sebenarnya bisa digulirkan sendiri oleh petani bersangkutan selama mereka tekun dan bersabar. Dan seandainya pun terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Penulis hanya berharap, semoga kearifan budaya daerah tidak rusak seiring tumbuhnya sifat materialisme yang selalu menjadi parasit dalam setiap pertumbuhan ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun