Aku jadi teringat Tengku Rizal. Tersebab dirinya aku jadi tahu apa itu yang namanya seorang lelaki, petualangan, kenekadan, juga peluru.Â
Ini kisahnya.
***
Berawal dari kehadiran Tengku Rizal di lingkungan kami, yang membuat perubahan besar pada kami yang rata-rata masih remaja, terlebih pada diriku. Kini kami sering pindah tongkrongan ke depan rumahnya.
Bang Izal -- demikian kami memanggilnya -- cepat membaur di lingkungan kami, terutama kepada anak-anak remaja. Ia gampang membuka dompetnya. Rokok, makanan, selalu ada di rumahnya. Dan, tentu, dari Bang Izal kami belajar minum yang mengandung alkohol. Aku yang waktu itu baru tamat SMA, masih menganggur, senang-senang saja. Karena rumah kontrakannya dekat dengan rumahku, tentu aku lebih sering main ke rumahnya.
Tapi, apa pekerjaannya?
Bang Izal hanya tertawa saat kami menanyakan hal itu. "Biasalah, bisnis kecil-kecilan. Kadang bawa sayur-sayuran, buah, apa saja, dari Sumatera. Dan balik lagi bawa barang dari Jakarta," kilah Bang Izal. Sepertinya ia kurang suka ditanya lebih detail.
Mobil Bang Izal sering berganti-ganti. Kadang mobil box, pickup, dan di hari lain menggunakan mobil sedan. Tapi memang ia lebih sering menggunakan mobil box.
Ia sering menghilang beberapa hari, bahkan hingga sebulan. Bang Izal pergi, entah ke mana. Kalau pulang ia biasanya pulang saat tengah malam.Â
Aku sering meminta diajaknya ikut membantunya, terserah membantu dalam hal apa. Capek juga menjadi pengangguran. Tapi Bang Izal menolak secara halus. "Kamu masih muda, nggak bakalan kuat," alasan Bang Izal. Sampai suatu ketika, tiba-tiba saja Bang Izal mengajakku.