Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Cerita Berbingkai ala Novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal

11 Juli 2024   16:15 Diperbarui: 11 Juli 2024   16:16 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal. Foto dokumentasi Acek Rudy 

Mungkin ini yang pertama kali, sebuah novel ditulis oleh 33 penulis dan direalisasikan dalam sebuah bentuk buku. Kami menyebutnya NoBar -- novel bareng. Tanpa pernah duduk satu meja, juga sebagian besar belum pernah saling jumpa. Ada kegairahan sekaligus tantangan.

Kegairahan (boleh dibaca: kegilaan) ini diinisiasi Kompasianer Widz Stoops dan Komunitas Secangkir Kopi Bersama, yang sebagian besar adalah penulis-penulis di Kompasiana. Turut juga meramaikan penulis dari luar.

Tapi, bagaimana mewujudkannya?

Nama-nama tokohnya bisa Segara, Craen Mark, Flora, atau siapa saja. Setting pun dapat ditulis Paris, Hamburg, maupun desa kecil Turatea. Juga alur cerita, bagaimana cara mengurai jalinan dendam.

Bicara dendam, sudah tak terhitung cerita yang ditulis para pengarang dahulu. Dari cerita western ala cowboy, silat, ataupun cerita-cerita horor, detektif, dan sebagainya. Tapi itu semuanya ditulis oleh satu pengarang. Sedang novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal ini dikerjakan oleh 33 penulis, dengan membawa gaya tulisannya masing-masing.

Novel ini semacam cerita berbingkai. Tiap-tiap bingkai seperti berdiri sendiri. Tapi sebenarnya tetap terhubung dengan bingkai-bingkai cerita lainnya. Oleh sebab itu, tiap-tiap bingkai, tanpa sadar, menonjolkan ke-"aku"-an penulisnya. Kadang cerita terlalu melebar. Penghilangan dan penambahan tokoh yang kurang pas. Ataupun plot yang dipaksakan.

Baca juga: Taman Kanak-kanak

Di situ letak keunikannya. Setiap penulis bebas meluapkan idenya. Tapi tetap ada "jalan lurus" sebagai panduannya: Dendam, tokoh Segara, Craen Mark. Jangan lupakan Turatea, dari sanalah api mulai menyala.

Saya dapat membayangkan, bagaimana "jungkir-baliknya" Khrisna Pabichara menyelaraskan antarbab hingga menutup novel. Menjaga cerita tetap dalam satu jalinan tanpa meluruhkan gaya "aku" dari masing-masing penulis. Tentu tak dapat dihindari, Daeng Khrisna sebagai penyelaras akhir, menambah atau mengurangi beberapa kalimat (bahkan paragraf).

Baca juga: Bermain Drama

Novel ini sudah terbit. Saya merasa bangga karena nama saya ikut tercatat dalam daftar penulis. Ini pengalaman yang sulit dilupakan, bagaimana adrenalin kita terpacu untuk menyinkronkan cerita yang kita tulis dengan apa yang ditulis kawan-kawan penulis lainnya.

Awalnya saya agak kerepotan, tersebab tokoh Craen Mark diceritakan dengan latar belakang Jerman. Saya minta bantuan Kompasianer Hennie Triana yang memang tinggal di sana. Hennie Triana memberi tahu nama-nama tempat di Jerman, nama orang Jerman, juga beberapa istilah dari bahasa Jerman (terima kasih, Hennie).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun