Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jendela

28 Januari 2024   19:00 Diperbarui: 28 Januari 2024   19:12 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melihat dari jendela. Gambar oleh Cottonbro Studio/ Pexels

Aku meletakkan puisi di jendela
Menyaksikan dua helai daun gugur
Lalu bertambah lagi satu
empat, tujuh
dan lebih banyak lagi yang tak tercatat
Kulihat juga anak-anak bermain gembira
Dan merengek
Dan menangis
Karena ibunya sering menghitung-hitung
Adakah hari ini untuk mengisi lambung

Di jendela lain
Orang-orang bertengkar
Merasa dirinya paling benar
Berselisih bagaimana huruf harus
disusun
Tapi dilakukan secara tidak santun
Demi sebuah tempat duduk
Riuh orang bersilang kata
Menciptakan bahasa-bahasa
yang menciderai makna

Namun, sebuah puisi tak cukup
Melihat banyak jendela
yang lapuk menunggu suara ketuk
yang ada hujan di balik harapan
yang sepi
yang luka
Gelap
Diam

Baca juga: Jendela yang Lautan

***

Lebakwana, Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun