Perlukah dalam menulis kita memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa?
Sebaiknya, iya. Terlebih bila kita sering menggeluti dunia tulis-menulis. Bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan. Dalam bahasa lisan mungkin kita bisa mengabaikan kaidah-kaidah berbahasa. Yang penting pesannya sampai.
Namun, berbeda dengan bahasa tulis. Ia bukan sekadar pesannya yang sampai, tapi harus juga memperhatikan tanda-tanda baca dan kaidah-kaidah berbahasa yang lain. Perbedaan tanda baca saja dapat mengubah arti.
Contoh.
1. Budi, adik, Ayah, pergi ke Jakarta.
2. Budi, adik Ayah, pergi ke Jakarta.
Dua kalimat di atas, dengan mengurangi satu tanda baca koma (,) langsung berubah arti. Kalimat pertama, ada tiga orang yang pergi ke Jakarta. Sedang kalimat kedua hanya satu orang yang pergi.
Selain itu, kita sering dalam menulis tanpa disadari (atau karena ketidakmengertian) kurang tepat dalam menempatkan sebuah kata.
Contohnya kata acuh, pun, dan bergeming.
Markilik -- mari kita kulik.
1. Acuh.
Acuh artinya peduli. Tapi ada sebagian penulis mengartikannya, tak peduli. Ini mungkin terpengaruh dengan bahasa percakapan, cuek. Cuek artinya memang tak peduli, tak acuh.
Contoh.