Perhelatan Kompasianival dengan acara puncak pembagian awards sudah selesai. Saya, alhamdullilah, termasuk salah satu penerimanya -- kategori best in fiction.
Senang, sudah pasti. Ini harus dirayakan. Dan cara merayakan pencapaian sebuah penulisan adalah dengan menulis juga.
Tapi, bagaimana? Teman-teman yang mendapat penghargaan sudah meluapkan kegembiraannya lewat tulisan. Tentu saya tidak ingin mengulang kata, menyamai kalimat.
Untuk itu izinkan saya ke belakang sejenak. Pada suatu masa.
***
Menulis memang berangkat dari hobi membaca. Dan saya sejak kecil memang sudah senang membaca. Itu di Pringsewu, sebuah kota kecamatan di Lampung.
Kesenangan membaca berawal saat saya tinggal di rumah saudara Ayah saya, beberapa bulan. Orang yang yang saya tempat tinggali, baru saja menutup "taman bacaan"-nya. Taman bacaan yang dimaksud adalah tempat penyewaan berbagai macam komik. Dan koleksi komiknya beberapa koper ditaruh di bawah ranjang tempat saya tidur.
Awalnya hanya iseng membuka-buka, akhirnya saya tertarik. Lalu saya tenggelam bersama ratusan komik yang ada. Takada hari tanpa membaca.
Kemudian rasanya saya punya ilmu "Mengosongkan Diri" ala Mandala Pendekar Siluman Sungai Ular karangan Man. Atau Jaka Tuak, Pemabuk dari Gunung Kidul. Di lain hari saya punya "Pukulan Tanpa Bayangan" Bango Samparan, karya Jan Mintaraga. Atau Panji Tengkorak, atau Jaka Sembung. Merasakan ketegangan saat si Buta dari Goa Hantu berhadapan dengan musuh bebuyutannya, si Mata Malaikat; karya Ganes Th.
Ingin juga saya bersama Hasmi disambar petir hingga menjadi Gundala Putra Petir. Dan diterbangkan oleh Wid NS menjadi Godam. Berkenalan dengan Aquanus, Laba-Laba Merah, dan Maza sang Penakluk.