Bukan itu, sanggahmu. "Karena Tuhan menciptakan Yogya dengan rindu dan cinta. Hingga orang selalu ingin mengulang, mengunjungi kota ini." Kita semua tertawa.
Dan semakin terbahak saat kita jalan-jalan ke Borobudur. Di perbatasan Magelang, kita disambut gapura dengan tulisan yang besar: ANDA MEMASUKI WILAYAH JAWA TENGAH! Hahaha! Iya, deh, Borobudur memang di Jawa Tengah.
Jangan bicara Yogya kalau tak bercerita soal Keraton, Malioboro, dan Tugu. Masukkan juga pengamen, lesehan, angkringan, gudeg, nasi kucing. Ah! (Oh, ya, sudah tahu kan pedagang kaki lima di sepanjang Malioboro direlokasi?).
Sosrowijayan, kawasan penginapan murah, harus kita bangkitkan pula dari ingatan. Di sini muka kita sempat memerah, karena ditertawakan seorang turis asing. Kenapa, ya, kalimat "wajib" yang diucapkan orang Indonesia kepada turis asing adalah, "Where do you come from?" Hahaha! Pelajaran sekolah banget, ya?
Apa lagi?
Kita semua lulus. Berserakan, kembali ke kampung masing-masing. Keliek yang dulu sering kita risak, dan IP-nya cuma 2,5 kini memimpin cabang sebuah bank BUMN di daerahnya. Tuhan memang suka humor.
Seperti baru kemarin. Padahal itu sudah lebih sepuluh tahun. Kita semua juga sudah berkeluarga, punya anak. Tapi magnet kota Yogya begitu kuat menarik orang-orang untuk kembali ke sana. Meluapkan rindu, atau menciptakan cinta yang baru. Yogyakarta adalah kota cinta yang tak cukup diungkapkan dengan seribu kata cinta.
Dan lagu Yogyakarta yang dinyanyikan KLA Project melemparkanku semakin jauh: Pulang ke kotamu ada setangkup haru dalam rindu ....
Sepertinya kita harus menghubungi teman-teman yang lain. Reuni. Di Yogya, ya?
***
Lebakwana, Mei 2023