Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan yang Menjelma Jadi Puisi

21 Oktober 2021   20:12 Diperbarui: 21 Oktober 2021   20:36 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang aku suka dari hujan, bukan karena telah meluruhkan kemarau, tapi di dalamnya menyimpan banyak impian, walau terkadang -- sesekali --  menenggelamkan harapan

Bunyi atap yang dijatuhi jarum air, deru angin, ditingkahi kilatan petir, mengirimkan suara-suara magis layaknya sebuah orkestra

Aroma tanah yang basah, menguarkan beribu kisah. Dari negeri-negeri yang subur hingga tempat-tempat yang tenggelam, dan kini hanya tinggal dalam catatan sejarah

Hujan juga mengisyaratkan rindu, cemas, cinta, patah hati. Dan banyak lagi rasa. Menimbulkan debar ketika akan bertemu

Melahirkan beribu-ribu puisi

Seperti dirimu. Ya!

***

Lebakwana, Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun