Kemudian puisi, takmungkin meninggalkan kata. Pada makna yang telanjang, atau berupa bayang-bayang. Beterbangan ke antero tepi bumi, langit, dan di antaranya. Geliat jasad renik dan yang meraksasa. Berpacu di padang sabana, menyelam ke luas samudra, juga berkoloni menghitam bergerak di angkasa. Daun, rumput, bunga-bunga. Ombak di segelas air, serta membadai menjadi bah menggulung kota. Kendara, lampu-lampu, teknologi, desa, kota, ramah dan marah. Hitam, putih, biru, dan ngilu. Tangis bayi, mata bocah, mata yang merah, geraham yang gemeretuk. Cinta, benci, rindu yang amuk
Dan lainnya, dan lebih banyak lagi, takmungkin terbaca semuanyaÂ
Puisi berusaha memeluknya. Sebisanya
***
Lebakwana, April 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H