Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Membaca Desember

1 Desember 2020   12:27 Diperbarui: 1 Desember 2020   12:29 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali menapaki Desember, kita seperti diingatkan tentang jejak yang ditinggalkan. Musim-musim: Cinta yang berangkat dan rindu yang pulang; kemarau, hujan, angin. Pohon-pohon buah mulai berputik. Rumput-rumput, gulma, harusnya dibersihkan 

"Bagaimana dengan hati," sesuara, tiga rumah jaraknya. Menjemur kenangan yang selalu basah 

Cuaca tak menentu. Kita sering berebut kehangatan. Matahari sering ditutupi awan. O, ya, pagi tadi terlihat pelangi. Mungkin sebuah pertanda. Atau tak mengisyaratkan apa-apa 

Seseorang, entah siapa, sedang menghitung berapa irup teh yang ia minum pagi ini. Pada tubuhnya terlihat ada tersisa sedikit puisi. Tapi puisi selalu berjalan di ruang sunyi. Maka dia menertawai dirinya sendiri. Anak-anaknya yang beranjak dewasa tak lagi sering menyapa

Sekarang Desember. Orang itu sudah mempersiapkan kalau hatinya akan selalu hujan 

***

Lebakwana, Desember 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun