Bawa sajakku mengalir lembut menyusuri lembah-lembah, ladang-ladang, sawah-sawah, membawa kesegaran pada tubuh petani, di bawah pohon bernaung, setelah seharian menggarap tanah pada hamparan di kaki gunungÂ
Berdendang riang dengan perempuan-perempuan yang mencuci di tepi telaga, pada saat pagi masih buta, mandi dari pancuran bambu, sejuknya air menyelusup pada lekuk tubuh, yang dibebat kain panjang sebatas dadaÂ
Ajak juga sajakku mengalun di atas lautan, mengembangkan layar perahu-perahu para nelayan, menembus dingin malam, pulang pagi, ditunggu sang istri menjemput hasil tangkapanÂ
Atau menghentak-hentak bersama arus deras bawah laut, membentuk gulungan ombak yang sangat tinggi, meliuk-liuk papan selancar, menguji nyali para pemberaniÂ
Dan bernyanyi seirama dengan gerak kupu-kupu, kumbang serta lebah, membantu mempertemukan putik dan benang sari, dengan masa tertentu menjadi buah, bergelantungan ranum pada dahan-dahan, dan dipetik dengan senyumÂ
Aku juga ingin bersamamu, membuat mata bocah-bocah riang gembira tengadah, karena layang-layang mereka membubung tinggi bersama awan
Tapi adakalanya kau begitu marah, berlari sangat cepat, kadang menjadi puting-beliung, mengangkat atap-atap rumah, menumbangkan pepohonan, mengirimkan kengerian
Atau mengaduk-aduk isi lautan, dengan sangat cepat memporakporandakan pantai dan daratan, dan orang-orang meratap karena banyak kehilangan
Untuk yang ini, aku tak ingin sajakku dibawa sertaÂ
***