Telah kulihat kepak sayap burung camar, pada seribu foto di seribu perjalanan. Ada pula senja, cahayanya mengirim muramÂ
Memantul pada bola mata, mungkin bias dari kilauan minyak yang tumpah, atau tebaran dari berton-ton sampah
Terumbu karang mengerang, orang-orang melemparkan ketakpedulian, plastik-plastik membuat dasar laut menjadi hamparan ladangÂ
Apa perlu ditanya para nelayan. Perahu-perahu mereka oleng. Bukan karena robek menghantam karang, atau tersebab amuk gelombang, tapi Ikan-ikan yang jauh berenang ke tengah lautan, atau mabuk menelan limbah mati perlahanÂ
Aku tak dapat membayangkan, anak-cucu kami melihat keindahan tubuhmu hanya dari gambar-gambar usang, lewat cerita-cerita, dari sekumpulan ensiklopedia, atau buku-buku tua yang berdebu, tersimpan di sudut perpustakaan yang jarang pengunjungnyaÂ
Kutulis ini untukmu, laut, dengan sepenuh puisi. Tak apa kalau kau tak bisa membalasnyaÂ
Salam kecintaankuÂ
Ttd: AkuÂ
***
Cilegon, Juni 2020.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H