Aku senang melihat hujan, di dalamnya tersembunyi banyak harapan, tanah-tanah yang gembur, agar benih-benih bisa ditabur
Juga hujan semacam orkestra, dibuka dengan suara guruh, ditingkahi suara petir yang menggetarkan, kemudian gemercik air jatuh, cepat, makin cepat, ada desau angin, gesekan ranting-ranting pepohonan, daun-daun luruh, kecipak air saat ada yang membelah derasnya arus sungai, perlahan melambat, terdengar satu-satu titik air di ujung atap, dan tersisa bau tanah yang khasÂ
Hujan adalah puisi, perlambang kenangan tentang cinta yang basah, juga yang patah, cerita rindu dan saat-saat menunggu, ada kabar gembira dan air mata, terkadang ditutup keindahan pelangi di ujung angkasaÂ
Tapi hujan juga misteri, kedatangannya  kadang seperti menunggu kekasih yang lama dinanti, debarnya hati seperti rentak kaki penari, dan mendadak bisa mengirimkan rasa takut dan ngeri, hujan tumpah menjadi air bah, mengamuk, menyapu, menjadi tragediÂ
***
Cilegon, Mei 2020.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H