Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hujanpedia

13 Mei 2020   05:34 Diperbarui: 13 Mei 2020   05:46 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku senang melihat hujan, di dalamnya tersembunyi banyak harapan, tanah-tanah yang gembur, agar benih-benih bisa ditabur

Juga hujan semacam orkestra, dibuka dengan suara guruh, ditingkahi suara petir yang menggetarkan, kemudian gemercik air jatuh, cepat, makin cepat, ada desau angin, gesekan ranting-ranting pepohonan, daun-daun luruh, kecipak air saat ada yang membelah derasnya arus sungai, perlahan melambat, terdengar satu-satu titik air di ujung atap, dan tersisa bau tanah yang khas 

Hujan adalah puisi, perlambang kenangan tentang cinta yang basah, juga yang patah, cerita rindu dan saat-saat menunggu, ada kabar gembira dan air mata, terkadang ditutup keindahan pelangi di ujung angkasa 

Tapi hujan juga misteri, kedatangannya  kadang seperti menunggu kekasih yang lama dinanti, debarnya hati seperti rentak kaki penari, dan mendadak bisa mengirimkan rasa takut dan ngeri, hujan tumpah menjadi air bah, mengamuk, menyapu, menjadi tragedi 

***

Cilegon, Mei 2020. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun