"Terima kasih, sore ini kamu mengundangku minum teh."
"Duduklah."
"Zi...,mm... kamu mau memaafkanku, bukan?"
"Tidak."
"Tidak?"
"Ya, tidak. Tidak ada pemaafan untuk penghianatan yang dilakukan berkali-kali."
"Sungguh Zi, aku... aku salah. Kuakui, aku lelaki yang paling bodoh. Membohongi dirimu, berselingkuh dengan sahabatmu sendiri. Dan itu... Â itu kulakukan di apartemenmu. Maaf."
"Cukup! Sekali ini cukup."
"Jadi kamu tidak bisa memaafkanku?"
"Tidak."
"Jadi, apa maksudmu mengundangku minum teh kalau kamu tak memaafkan diriku?"
"Aku ingin membunuhmu!"
***
"Hahaha...! Lucu, lucu...! Nggak salah kalau aku sulit melupakanmu. Kamu itu cantik, cerdas, juga, mm..., misterius."
"Makanya jangan coba-coba mempermainkan perempuan cantik, cerdas, dan misterius."
"Oke, oke. Kau ingin menembakku?"
"Itu terlalu enak untukmu. Aku ingin melihatmu merasa kesakitan."
"Kamu ingin mengikatku, mencincangku, atau...?"
"Tidak. Aku ingin meracunimu."
"Lewat teh ini?"
"Ya."
"Dan kamu berharap aku minum teh ini?"
"Ya."
***
"Hahaha...! Zi, Zi..., itu rencana bodoh. Kau memberitahuku ingin membunuhku, lewat minuman teh ini, dan aku disuruh meminumnya. Kamu yakin aku akan meminumnya, yang aku tahu teh ini akan membunuhku?"
"Ya."
"Seberapa yakin?"
"Apa kamu sudah lupa, aku perempuan cerdas, dan... misterius."
"Zi, kamu tidak sedang main-main, kan?"
"Kamu pikir ada pembunuhan yang main-main?"
"Zi, aku, aku...!"
"Teh ini sengaja kubuat sendiri. Aroma melati. Ini gelasku, dan ini gelasmu. Sebentar, kutuangkan dulu...! Kamu akan menuangkan sendiri?"
"Tunggu, tunggu! Kamu meminumnya juga? Kamu menginginkan mati bersama, seperti kisah Romeo dan Juliet? O, tidak."
"Aku tidak akan mati. Aku hanya ingin membunuhmu. Sebentar, kuhirup dulu teh ini.... Ehm, segar. Lihat teh sudah kuhabiskan."
***
"Kamu? Kamu tidak terjadi apa-apa? Hahaha...! Aku suka, aku suka. Ini benar-benar humor gelap. Hm, begini caramu menguji dan memaafkanku? Hahaha, aku suka.Â
"Baik, kutuang teh ini.... Mm, aroma melati. Kesukaanku. Lihat kuminum."
"Bagaimana?"
"Segar... kamu memang..., kenapa ini...? Haus... Â panas, argh... tenggorokanku seperti terbakar...!"
"Minuman itu ada racunnya."
"Arghh... tapi, tapi... argghhh, ka-kkk kamu me... minumnya juga...?"
"Tapi gelas kita berbeda, bukan?"
***
Cilegon, Maret 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H