Puisi ini kumulai saja dari sebuah lapangan kecil, salak anjing, dan bulan tertutup kabutÂ
Beberapa lelaki ngakak dengan minuman oplosan. Dan malam itu menjadi jahanam untuk gadis kecil dari lelaki yang bermetamorfosis menjadi serigala
Keheningan cabik
juga air mata
bisu
Seberapa banyak kata-kata harus dikumpulkan sebagai penutup luka, juga mengingat tak mungkin semua tabir dibuka
Ingin rasanya ia menjadi badai, atau gelombang  di lautan, atau menjadi apa saja, agar tak lagi dikejar oleh banyak tatapan mata dan beribu prasangka, ini nyata atau hanya kumpulan beberapa dusta
Akhirnya ia memilih menjadi puisi, karena puisi tak berhitung-hitung seperti ilmu pasti, curiga melihat judul yang dipakai beberapa kali. Puisi adalah bagaimana cara membaca tubuh
dengan rasa
dengan hati
***
Cilegon, November 2019Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H