Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Drama Panggung Drama

20 Juli 2019   23:16 Diperbarui: 20 Juli 2019   23:19 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: brainly. co. id

Prolog 

Apakah kita harus melakoni peran komedi, suatu cerita yang tak lucu lagi. Tingkah kita sendiri sudah jadi bahan tertawaan

Bagaimana tidak. Kita malah bangga mencoreng arang di kening sendiri. Sengaja membuat labirin - berputar-putar di tempat yang sama. Padahal masih ada jalan lurus dan terang, hingga kita tak terjebak menjadi petualang jalang

"Bagaimana kalau cerita air mata?" katamu di tengah babak saat jeda. Kita mainkan saja apa yang telah digariskan sutradara 

Menurutmu, apa kita punya pilihan? 

***

Sekarang kita memerankan air mata. Karena terkadang air mata adalah cara sederhana menyembuhkan luka 

Kau sedang terluka? 

Tidak. Aku hanya ingin memerankan air mata 

( suara-suara, musik yang menyayat; mungkinkah itu terbuat dari bilah-bilah sembilu ) 

***

Epilog 

Tawa, luka, juga air mata hanya fase perjalanan. Kita tidak tahu akan terhenti di titik mana. Dan titik berputar membentuk lingkaran. Kita akan melaluinya, suka atau tidak 

Bila enggan mungkin aku hanya satu kata yang pantas untukmu 

Batu! 

Cilegon, 2019 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun