Gelap begitu pekat, ada begitu lama sehingga tidak ada lagi konsep kegelapan, hanya dunia sebagaimana adanya. Mungkin dulu ada cahaya. Cerita yang diwariskan para leluhur tentang dunia yang hampir secara eksklusif dikuasai oleh indera penglihatan, tetapi sekarang citra visual terkuat dunia hidup di dalam pikiran, dibangun dari indera lain dan cerita serta makna bahwa setiap orang hidup di dunia yang berbeda, bahkan mereka yang berdiri berdampingan.
Dan kemudian, suatu hari, Cahaya datang. Cahaya begitu tiba-tiba dan intens dan lebih menyilaukan daripada ketiadaan cahaya. Dunia bergerak dan berguncang dan terbang di udara dan apa yang dulunya horizontal tiba-tiba menjadi vertikal.
Hening.
Dunia tetap terbalik dan terasa bergetar, tetapi semuanya tenang untuk satu momen emas terakhir. Suara serak yang kuat merobek udara, memekakkan telinga dan mengerikan, dan kemudian dunia terbakar. Panas yang membara dan asap tajam muncul di satu ujung dunia dan bergegas, membawa kematian dan abu ke ujung lainnya. Tak ada yang selamat. Panasnya sungguh dahsyat.
***
"Apa yang kau lakukan, hah?"
Syauki, 11 tahun, tiba-tiba tampak malu sambil memegang rokok yang setengah terbakar di kupingnya, cukup dekat dan membuat daun telinganya terselomot.
Dia menurunkan tangannya, menyeringai canggung menahan air mata, dan berdehem.
"Aku, ah, kukira aku mendengar ada yang berteriak...."
Cikarang, 1 Desember 2024
Â
Note: Terima kasih kepada Panitia Kompasianival 2024 yang telah memberikan voucher Kompasiana Premium 3 Bulan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H