Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Pemilihan

27 November 2024   07:07 Diperbarui: 27 November 2024   07:11 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim 

Tetapi itu sudah cukup untuk membuaku bergerak. Aku mengajukan beberapa pertanyaan, tidak menyukai apa yang kulihat dan kudengar, dan memutuskan untuk pergi.

Tanpa hitung-hitungan lagi, aku menghabiskan tabunganku untuk membeli mobil otomatis tanpa pengemudi untuk membawaku pulang. Dengan cepat, aku mengemas perlengkapanku yang sudah kupersiapkan sebelumnya, sebagian besar peralatan dan makanan kering sebanyak dua travel bag yang cukup berat.

Aku mengangkatnya dengan tergesa-gesa ke lift dan turun ke garasi. Meletakkan tas-tas itu di bagasi mobil, lalu saya menyelipkan ponselku di bawah roda kemudi.

Aku mencari-cari di tas peralatan untuk obeng multi-sekrupku. Dengan menggunakan pisau biasa, aku mencabut antena ekor hiu dari bagian belakang mobil. Ponsel mengeluarkan suara berderak yang menyenangkan ketika aku mundur.

Mobil secara otomatis beralih ke mode manual karena tidak ada komunikasi. Aku masih punya SIM manual.

Jam sibuk telah berakhir. Pondokku berjarak 3 jam di daerah pedesaan yang terkenal dengan produk susu dan buah-buahannya. Aku memuaskan diri dengan musik yang aku unggah ke komputer mobil.

Kota perlahan-lahan menyusut menjadi lahan pertanian dan hutan. Aku mendaki punggung bukit yang mengurung kota.

Kehidupan berjalan dengan kecepatan normal. Truk berjalan lambat menguasai jalur kiri, mematuhi semua peraturan lalu lintas. Mobil tanpa pengemudi sesekali melaju kencang, jendelanya buram saat penumpang tidur atau membaca.

Aku mempertahankan kecepatan menggunakan sistem jelajah di dalam mobil untuk mengimbangi mobil tanpa pengemudi.

Akhirnya, sebuah billboard lalu lintas menyala menunjukkan pintu tol keluar tak jauh lagi, yang berada di puncak punggung bukit yang memberikan pemandangan lembah luas yang sangat spektakuler yang menjadi tempat berdirinya gedung Dewan Perwakilan yang baru di ujung terjauh.

Ketika aku melihat kaca spion, aku melihat dua garis cahaya yang menyala-nyala melesat turun dari langit. Aku berhenti di ujung jalan keluar. Semburan cahaya berbentuk cendawan muncul di tempat garis-garis itu berada. Aku harus menutup mata karena cahayanya sangat menyilaukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun