Penyihir itu masih muda, dengan janggut halus jarang-jarang, kekuatannya kecil berkedip-kedip. Ia bertekad untuk memperoleh kekuatan yang lebih besar, dan setelah banyak belajar, dia memutuskan untuk memancing makhluk kegelapan  yang bernyawa, yang energinya dapat dia manfaatkan.
Makhluk itu akan membutuhkan lubang, lebih dalam dari ruang bawah tanah terendah kastilnya, lebih dalam dari tambang tembaga Gunung Bayangbeku, lebih dalam dari Gua Tanpagema. Karena darah dan rasa takut akan memicu kekuatan hidup makhluk itu dan melipatgandakan energinya, memberinya korban akan memberinya kekuatan yang lebih besar.
Mulutnya mengembang membentuk senyum saat sebuah rencana muncul di benaknya. Dia memuji dirinya sendiri atas kepintarannya.
Langkah pertama adalah menangkap binatang yang diam dan kecil saja, yang mendengus di antara dedaunan di lantai hutan. Dia mengukir gigi serinya untuk memahat tanah, melebarkan cakarnya untuk menyekop tanah yang gembur, dan menebalkan bahunya dengan urat dan otot. Dia mengubah sebanyak mungkin hewan yang dapat dia jebak dan menyuruh mereka bekerja. Mereka membuat relung di tanah, memakan akar pohon saat bergerak.
Sang penyihir memaksa mereka untuk masuk lebih dalam, dan rasa lapar membuat mereka memakan kumbang, cacing, dan hewan melata lainnya.
Lebih dalam lagi, di bawah lapisan pupuk organik. Banyak yang kelaparan dan mati hingga beberapa yang lahir dapat bertahan hidup dengan tanah yang lembap dan rapuh. Mereka bahkan menyukainya. Setiap lapisan menyentuh lidah dengan rasa mineralnya sendiri. Mereka menggerogoti batu yang  memiliki tekstur halus atau kasar, rasa manis atau asin.
Lebih lebar, lebih dalam.
Mereka belajar bekerja sama untuk menggali tanah dan mengangkut gumpalan-gumpalan tanah. Derit dan gerutuan berubah menjadi ucapan dengan kompleksitas suara dan makna.
Lubang itu menyelam begitu dalam sehingga tidak ada cahaya yang menyentuh dasarnya, dan kegelapan yang hidup merayap masuk. Sang penyihir merasakan kekuatan kegelapan muncul di dalam dirinya, dan mulutnya terentang menjadi senyum meringis. Giginya hitam dan membusuk, janggutnya menggores tulang selangkanya.
Kegelapan yang hidup memburu para penggali, melelehkan daging mereka, dan menyeruput darah mereka, mematahkan tulang untuk menyedot sumsum. Daging mereka penuh dan membesar.