Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seorang Teman

11 November 2024   16:53 Diperbarui: 11 November 2024   17:09 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Pada pukul lima kami pulang dan bertanya kepada Ibu apakah dia bisa mencari tahu apa yang terjadi pada Alexis. Dia mengatakan bahwa mengejar-ngejar wanita yang belum pernah dia temui dan terus mengiris wortel menjadi potongan-potongan kecil dapat dianggap mengganggu.

Aku melihat tangannya semakin berurat.

Aku bangun lebih pagi dari biasanya dan begitu aku turun, Ibu mematikan radio plastik merah yang berasal dari rumah nenek. Dia punya berita untukku.

Dalam waktu satu jam, kami berjalan cepat melewati unit anak-anak kuning tempat kami datang saat Jordan sakit dan masuk ke rumah sakit sungguhan. Aku mengintip di balik tirai ke pasien yang tampak kusut. Mereka butuh tambahan isian untuk menambah bagian tubuh mereka yang terkulai. Ibu bilang aku bersikap kasar dan harus tetap menatap lurus ke depan. Aku mengingatkan Ibu bahwa dia berjanji akan memberiku sarung tangan plastik untuk bermain dokter-dokteran.

Di bangsal jantung, Alexis dikelilingi oleh monitor. Nella menjadi pemalu maka aku yang berbicara. Kata-kata Alexis saling bersahutan.

"Kalian... benar-benar permata," katanya dan bertanya kepada Ibu apa yang telah dia lakukan sehingga pantas mendapatkan anak perempuan sepertiku.

Ibu menepis pujian itu dengan beberapa pertanyaan medis lalu duduk dan melihat ponselnya. Aku bertanya pada Alexis apakah dia bisa mengangkat lengannya dan dia mengangkat lengan kanannya tetapi lengan kirinya hanya bergerak sedikit, seperti hewan kucing yang bergerak-gerak saat tidur. Ibu bilang fisioterapis akan membantu. Alexis menyodok lengan yang enggan itu dengan bintik-bintik matahari dan kuku berwarna mencolok.

Ketika kami beranjak pergi sebelum dokter datang, dia mencondongkan tubuh ke depan dengan canggung untuk memelukku. Aku membayangkan tentakel gurita menahannya di tempat tidur.

"Seolah-olah kamu mendapatkan seorang nenek," kata Ibu saat kami lolos dari cengkeraman rumah sakit.

Aku tidak ingin membayangkan dokter itu mengintai seperti serigala di balik tirai Alexis.

"Dia sama sekali tidak seperti nenek!" balasku. "Dia temanku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun