Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembalasan Lord Baceprott

9 November 2024   18:18 Diperbarui: 9 November 2024   19:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pangeran Kegelapan Lord Baceprott merasakan anggota tubuhnya membentang ketika mereka menjulur hingga setinggi dua meter sebelas sentimeter tujuh koma enam milimeter. Dia muncul di gang remang-remang yang berbatasan dengan jalan lebar tempat pesta sedang berlangsung.

Aroma ubi goreng yang manis menusuk hidung mereka. Di ujung jalan, sebuah band memainkan musik dangdut koplo pantura, mengingatkan kita pada saat Baceprott ditangkap, dikurung, dan dipaksa hidup tanpa wujud fisik selama seratus tahun.

Kepulan asap mengepul di sekitar penyihir itu, menciptakan pemandangan yang menakutkan saat mereka menoleh ke seorang gadis sendirian yang bersandar di dinding bata gang sempit becek. Sebuah poster yang mengiklankan perayaan seratus tahun kota berkerut di balik lingkaran rambut ikalnya yang gelap.

Baceprott berteriak, "Akulah Pangeran Kegelapan Lord Baceprott, pembawa malapetaka."

Suaranya yang parau bergema di lorong, menenggelamkan suasana pesta. "Aku dipenjara selama seratus tahun, tetapi aku sudah berusia berabad-abad dan belenggu manusia tidak dapat menahan—"

"Maaf, apakah kamu bilang Baceprott?" Gadis itu mengangkat sebelah alisnya yang tebal.

Baceprott berhenti sejenak. “Ya. Ehem. Aku datang untuk membalas dendam pada keturunan pendiri Sekolah Sihir Zrymulath.”

Dia menjentikkan jubahnya, menunggu gadis itu jatuh berlutut di kakinya memohon belas kasihan.

“Orang tuamu memberimu nama Baceprott? Brutal.” Gadis itu mengernyitkan hidungnya dan mengangkat gelas minuman ke mulutnya.

“Apa kau tidak mendengarku, Nak? Aku datang—Ya ampun! Berhentilah menyeruput. Itu tidak sopan. Aku sedang membuat bicara.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun