Aku muncul di belakang sekolah, tersembunyi di balik semak mawar yang setengah layu. Tepat di tempat yang kurencanakan.
Aku juga sudah memperkirakannya dengan tepat, aku akan lewat begitu saja.
"Hei" kataku, "ke sini sebentar, kita perlu bicara."
Dia bingung, persis yang kuduga, "Apa-apaan ini..."
Aku tersenyum sedih. "Kita punya masalah."
"Kamu membobol laboratorium Ayah?" dia terkejut.
"Ya, tidak ada pilihan lain, ini benar-benar darurat."
"Aku tidak pernah menyangka akan melakukan hal seperti itu. Apakah ini karena ujian?"
Aku mendesah, "Kita benar-benar gagal. Dua puluh persen!"
"Wah. Aku merasa yakin akan hal itu."