"Kami adalah spesies yang hampir punah. Bersimpatilah pada kami," kataku kepada Direktur Utama PT. Raja Abadi Nusa Corp.
Pria itu hanya duduk termangu dengan setelan kaos t-shirt mahal, celana jins bolong-bolong mahal, sandal jepit mahal, dan potongan rambut acak-acakan mahal.
"Ada kehormatan dalam apa yang kami lakukan dan cara kami bekerja," lanjutku.
Dirut menjentikkan bolpoin emasnya dan tampak bosan.
Raja Abadi Nusantara tidak akan mempekerjakan kami para tuyul. Berabad-abad menghasilkan kekayaan dan kami akan berpikir sebuah perusahaan besar akan tertarik pada kami. Ternyata tidak.
Mereka memiliki ribuan situs judi online arena anak-anak sampai orang tua bangkotan bermain secara asal-asalan dan menghasilkan banyak uang. Mengapa pula Raja Abadi Nusa harus mempekerjakan kami, para tuyul? Mereka harus membayar kami dengan upah yang layak dan mematuhi semua pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Aku mengambil map berisi portofolio kami dan meninggalkan gedung Raja Abadi Nusantara. Aku harus kembali ke kompleks rumah susun sederhana para tuyul dan memberi tahu semua tuyul lainnya bahwa aku telah gagal menjadi perantara kesepakatan.
Aku tidak yakin apa yang akan kami lakukan. Tidak ada yang menginginkan mendapatkan uang dengan perantara tuyul lagi. Aku masuk ke kota dan melihat kode QRIS, logo ewallet, lambang kartu kredit, dan aku ingin menjerit.
Semakin sulit bagi kami para tuyul untuk membuat keonaran. Orang-orang menertawakan kami. Sampai di titik tertentu. Itu tidak terjadi di masa lalu. Kami dihormati. Orang-orang takut pada kami.
Demi setan, kami dulu dihormati!