Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Taman Hiburan Tuyul

8 November 2024   19:19 Diperbarui: 8 November 2024   21:07 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim 

"Kami adalah spesies yang hampir punah. Bersimpatilah pada kami," kataku kepada Direktur Utama PT. Raja Abadi Nusa Corp.

Pria itu hanya duduk termangu dengan setelan kaos t-shirt mahal, celana jins bolong-bolong mahal, sandal jepit mahal, dan potongan rambut acak-acakan mahal.

"Ada kehormatan dalam apa yang kami lakukan dan cara kami bekerja," lanjutku.

Dirut menjentikkan bolpoin emasnya dan tampak bosan.

Raja Abadi Nusantara tidak akan mempekerjakan kami para tuyul. Berabad-abad menghasilkan kekayaan dan kami akan berpikir sebuah perusahaan besar akan tertarik pada kami. Ternyata tidak.

Mereka memiliki ribuan situs judi online arena anak-anak sampai orang tua bangkotan bermain secara asal-asalan dan menghasilkan banyak uang. Mengapa pula Raja Abadi Nusa harus mempekerjakan kami, para tuyul? Mereka harus membayar kami dengan upah yang layak dan mematuhi semua pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Aku mengambil map berisi portofolio kami dan meninggalkan gedung Raja Abadi Nusantara. Aku harus kembali ke kompleks rumah susun sederhana para tuyul dan memberi tahu semua tuyul lainnya bahwa aku telah gagal menjadi perantara kesepakatan.

Aku tidak yakin apa yang akan kami lakukan. Tidak ada yang menginginkan mendapatkan uang dengan perantara tuyul lagi. Aku masuk ke kota dan melihat kode QRIS, logo ewallet, lambang kartu kredit, dan aku ingin menjerit.

Semakin sulit bagi kami para tuyul untuk membuat keonaran. Orang-orang menertawakan kami. Sampai di titik tertentu. Itu tidak terjadi di masa lalu. Kami dihormati. Orang-orang takut pada kami.

Demi setan, kami dulu dihormati!

Aku pulang dan masuk ke kedai tuak. Semua tuyul berkumpul di sana.

"Aku tidak beruntung," kataku.

"Tidak apa-apa," kata Mbak Yul. "Kita sudah mengira kamu akan gagal. Tapi kami punya ide yang akan disukai wisatawan dalam negeri dan mancanegara. Kita akan membangun Taman Hiburan 'Tuyul Executive Premium Class Park'."

Luar biasa.

Lebih banyak lagi kesempatan bagi manusia untuk tertawa dan menunjuk-nunjuk.

Aku minum susu tuak dan mencium rasa hormat untuk mengucapkan selamat berpisah.

Cikarang, 8 November 2024

 

Note: Terima kasih kepada Panitia Kompasianival 2024 yang telah memberikan voucher Kompasiana Premium 3 Bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun