Dunia terasa sunyi tanpa dengkuran suamiku dan pipinya yang gemuk bergerak ke dalam dan ke luar seperti sedang meniup peluit.
Dia sudah meninggal.
Aku bangun dari tempat tidur dan membuka tirai jendela. Seekor anjing entah milik siapa sedang buang air besar di halaman depan kami. Matahari bersinar di atas gerobak dorong merah milik Bu Bariah, janda Sobari, saat dia mendorongnya di sepanjang jalan setapak menuju pasar.
Aku mengenakan pakaian berkebunku.
Halaman belakang penuh dengan tunggul dengan akar tunggang seperti tongkat, sulit untuk mencabutnya di tengah panas.
Aku beristirahat sebentar di bawah naungan kelembak merah, daunnya menyerupai telinga gajah, lalu kembali ke kamar tidur yang sekarang pengap.
Dia selalu bau, tetapi belum pernah separah ini.
Aku duduk di seberang ruangan. Begitu banyak kenangan. Kalau kamu bisa meremasnya, kenangan akan menjadi bongkahan kotoran yang halus.
Aku tertidur, lalu aku bangun.
Aku berjalan ketunggul-tunggul di halaman belakang. Matahari merendah. Bayanganku berjalan di depanku menuruni tangga menuju taman dan meletakkan kepalanya di lubang sampah kompos. Gumpalan bayangan muncul, membentuk bercak-bercak kegelapan, bergabung dan kepalaku menghilang.