Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Benda Pusaka

18 September 2024   06:58 Diperbarui: 18 September 2024   07:01 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Kucing merayap ke dapur, mencakar pintu lemari yang terbuka-tutup-buka-tutup.

Suara  benturan dari porselen pada linoleum membuatku terkejut. Bergegas ke dapur, aku berharap menemukan gelas atau piring yang jatuh, tetapi sudah tahu apa yang ada di sana.

Pecahan-pecahan dari set teh mawar yang kulukis dengan tangan. Sebuah mosaik kenangan berserakan di lantai: Nenek meletakkan tongkatnya di dinding, saat dia dengan hati-hati mengangkat set dari lemari porselennya, sambil berkata:

"Ini adalah hadiah pernikahan dari nenekku, yang diberikan kepadanya oleh neneknya. Suatu hari nanti, ini akan menjadi milikmu."

Ketika berusia sepuluh tahun, Ayah menerimanya dengan sebuah catatan, 'kalau-kalau aku tidak bisa datang ke pernikahanmu'.

Setiap ulang tahun, Ayah mengangkat kotak dari rak buku, tangannya membuka setiap cangkir dari kertas tisu, menelusuri tanda JTC yang ditulis dengan font Old German berbunga-bunga, membayangkan Nenek, neneknya, garis keturunan ibu yang membentang di atas lautan ke tempat yang dulu disebut tanah air.

Kucing berjongkok di sudut. "Tidak ada gunanya menangisi susu yang tumpah," dia mengendus kakiku.

Aku mengambil gagang cangkir berlapis emas, dua pecahan dari bagian atas mangkuk gula yang retak, berlutut.

Kulkas berbunyi klik dan berdengung, meredam sedu sedan tangisanku.

Aku menelepon ayahku.

"Nenekmu sudah tidak lagi hidup dengan pusakanya. Teko berisi teh, bukan kenangan," katanya. "Lagipula, kita peminum kopi."

Aku tersenyum dan menutup telepon.

Kucing merayap dan ekornya bergoyang. Tidur di sweter abu-abuku.

Cikarang, 18 September 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun