Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kerang

17 September 2024   15:39 Diperbarui: 17 September 2024   15:40 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat kemudian, kerang-kerang itu ada di tangannya. Kemudian, tiba-tiba saja, kerang-kerang itu berserakan di pantai. Di antara ratusan kerang yang serupa.

Pengumpulan kerang-kerang itu berlangsung sepanjang hari. Kakak-kakaknya menegurnya karena itu, mengatakan bahwa begitu sampai di rumah, Ibu akan membuang kerang-kerang itu, seperti yang selalu dilakukan Ibu. Sebelum anak itu sempat melupakannya.

Koleksinya sangat khusus. Setiap kerang memiliki beberapa tanda tersendiri yang saling terhubung.

Ini adalah koleksi yang saling terkoneksi, tegasnya. Kakak laki-lakinya yang tertua mencibir saat dia menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti.

Apakah dia benar-benar tahu apa yang sedang dibicarakannya?

Kakak laki-lakinya menertawakannya dan kemudian, bersama enam teman remajanya laki perempuan, berlari ke ombak, menabrak gelombang air terjun yang terbalik.

Dia menatap kerang-kerang itu, mencoba melihat mana yang menjadi miliknya.

Seekor anjing, salah satu anjing berbulu panjang yang melompat-lompat tanpa menyadari apa yang mereka injak, berlari masuk ke tengah keluarga itu, diteriaki oleh pemiliknya yang berada di pinggir pantai. Diteriaki dan diusir oleh anggota keluarga lainnya. Dikejar oleh Deni dengan tampang girang  yang lucu.

Kerang-kerang itu kini tertutup pasir, bercampur dengan kerang-kerang yang tidak disukainya.

Dia menolak untuk menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun