***
Menyerah, berdoa, menangis, melarikan diri, menggapai, jatuh. Setiap perjalanan adalah pertempuran yang sama melawan bayang-bayang. Melawan rasa takut.
***
Bentangan batu yang tinggi melengkung di atas hutan. Keluarga itu memanjat, takut pada bayang-bayang yang mengejar. Lengan dan kaki mereka terluka oleh paruh burung-burung. Jeritan-jeritan mengejar mereka menaiki lereng. Jeritan-jeritan pohon yang sekarat. Jeritan burung-burung yang marah. Jeritan-jeritan yang haus darah.
Anak-anak mereka juga menangis, tetapi mereka tidak bisa berhenti berlari. Berapa usia jembatan itu? Jembatan itu pasti sudah berdiri selama berabad-abad, tinggi di atas sungai yang deras.
Irania dan Mulyoto menghindari kawah gunung yang runtuh, berdoa agar batu itu menahan mereka. Mulyoto memanggil petir untuk mengusir bayang-bayang saat malam tiba. Irania memanggil kabut dari sungai di bawah untuk menelan bayangan yang lolos. Kerikil tergelincir di bawah tapak alas kaki mereka. keluarga itu akhirnya turun ke tanah baru di sisi lain.
***
Pohon-pohon yang tidak dikenal menyambut keluarga itu. Bayangan tanpa sedikit pun kebencian bersembunyi di bawah dahan-dahannya. Irania tetap berjalan hati-hati, memegang satu anak di tangannya, yang kedua tertidur di bahunya. Mulyoto menuntun yang lain, kapak kayunya di tangannya yang bebas. Tidak ada yang menyerang. Tidak ada yang mengejar.
Mereka tidak ingin bersantai, tetapi untuk pertama kalinya sejak pelarian mereka, mereka mulai berharap akan datangnya hari ketika mereka dapat bersantai. Santai di samping tasik yang sejuk atau jauh di dalam hutan yang tenang.
Serigala-serigala tidak menunjukkan minat pada manusia. Tanah baru ini tampaknya menyambut para pengembara, dan mereka mencari tempat yang sempurna untuk mengakhiri perjalanan mereka.
***