Lemari kamar tidur seperti sebuah tantangan. Kamu mengulurkan tangan untuk membuka pintunya, merasa seperti seorang Lara Croft yang siap memulai petualangan  mencari artefak bersejarah yang mengagumkan.
Namun pintu lemari tidak mau bergerak.
Kamu menariknya sedikit lebih keras, lalu menariknya sekuat tenaga.
Tidak ada gunanya. Pintunya nyangkut.
Mungkin, kalau kamu menyelipkan penggaris logam di antara celah pintu, kamu bisa membukanya. Kamu menggeser penggaris itu dan menggoyangkannya kuat-kuat.
Kamu mendengar kayu berderit marah menolak paksaan. Perlahan, sangat perlahan, pintu itu terbuka. Tangan kamu gemetar karena gugup. Apa yang menunggu untuk ditemukan di dalam ceruk gelap gulita ini?
Kamu memegang gagang pintu dan dengan beberapa sentakan keras pintu akhirnya terbuka.
Pakaian, map, sepatu, peralatan olahraga, boneka, dan CD lagu lama berjatuhan seperti ombak laut menggempur pantai. Kamu terjengkang ke lantai karena dorongan kekuatan yang mengamuk. Kamu berteriak dan mengayunkan tanganmu untuk tetap mengapung, tetapi itu tidak ada gunanya. Benda-benda  ini lebih besar dari kamu.
Di bawah lautan puing-puing itu gelap, dan kamu takut akan tenggelam. Setelah menjerit histeris sejenak, kamu kembali tenang.
Kamu tidak bisa menggerakkan lengan atau kakimu. Kamu hanya bisa berbaring diam, berharap dan menunggu.
Enam jam putus asa berlalu dan kamu hampir kehilangan harapan untuk diselamatkan.
Di mana Papa dan Mama saat kamu membutuhkan mereka? Mereka mungkin sedang minum kopi di tempat kerja, mengunyah camilan kue cokelat lapis tiga.
Akhirnya pintu terbuka dan kamu mendengar suara langkah kaki.
'Wah, kamar kakakmu berantakan sekali!'
Boim, sohib kental adikmu. Kamu berusaha keras berteriak, tetapi suaramu hanya merupakan cicit teredam.
Adikmu bersamanya. "Ya, dia memang jorok. Wah, ini benar-benar berantakan, lebih dari biasanya. Papa akan membunuhnya. Ayo Im, kita main PS di kamarku."
Penyelamat yang sudah kamu nanti-nantikan berjam-jam lamanya bergegas pergi menyusuri lorong dan menjauh.
"Kembalilah ke sini, bajingan kecil!" kamu berseru, menggerutu.
Terlambat, mereka sudah pergi.
Sehari penuh dihabiskan di bawah tumpukan sampah. Sungguh sia-sia.
Namun, kamu telah belajar pelajaran berharga.
Ada hal-hal dalam hidup yang lebih baik dibiarkan tertutup, tidak pernah dibuka.
Cikarang, 11 Agustus 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H