Kamu baru saja kembali setelah makan siang. Makan siangmu soto ayam, minum es teh, dan berjalan enam putaran mengelilingi taman sebelum mengamati bebek di kolam selama lima menit terakhir dari satu jam istirahatmu.
Selalu sama yang kamu lakukan setiap hari kerja. Kamu menghabiskan beberapa jam terakhir melayani beberapa pelanggan dan kemudian pulang untuk menyelesaikan membaca novel yang baru kamu beli. Kamu merasa nyaman dengan rutinitas. Teratur. Gampang. Membosankan.
Kemudian kamu bertemu dengan dia, dan mendadak kamu menginginkan perubahan.
Waktu itu dia sedang memasang rantai sepeda berwarna hijau kemangi mengkilat di luar perpustakaan saat kamu berbelok di tikungan.
Cakep juga, katamu dalam hati.
Pipimu bersemu merah kesumba saat kamu mengikuti pemilik sepeda itu menaiki tangga pualam, melewati pintu otomatis, dan memasuki kehangatan dan kenyamanan Perpustakaan Wilayah.
Dia berjalan dengan langkah santai dan sepertinya sedang mencari sesuatu. Kamu menaikkan kacamatamu ke pucuk hidung dan berbicara kepadanya dengan lembut, masih memegang tas jinjing cokelat besar I LOVE MY LIBRARY di bahumu.Â
"Ada yang bisa aku bantu?"
Dia tampak terkejut karena kamu berbicara dengannya. Mungkin dia tidak memperhatikan langkah kakimu yang mengikutinya ke dalam gedung. Matanya berwarna biru  tua, blasteran, dan kamu membayangkan krayon berwarna langit yang kamu pilih untuk mewarnai samudra di taman kanak-kanak dulu. Wajahnya tampak ramah yang membuat kamu tersenyum.
"Aku bekerja di sini," bisikmu dengan nada penuh rahasia.
"Ah," dia tertawa. Dia menyisir rambut cokelatnya  yang cepak dengan jari dan balas tersenyum padamu. "Saya sedang mencari buku."
Kamu mengangguk. Dia sangat lucu!
Kamu melirik jari manis di kedua tangannya. Polos tanpa cincin.
"Yah, tentu saja. Ini perpustakaan," gumamnya.
Kamu kembali tersenyum. "Fiksi atau nonfiksi?"
"Ah, fiksi," jawabnya. Dia mengamati tumpukan itu dan menghela napasnya. "Tetapi saya tidak ingat judulnya. Atau penulisnya. Saya yakin judulnya dimulai dengan huruf M."
Kamu memperhatikan betapa rapi dan licin setrikaan pakaiannya.
Aromanya seperti bau sepedanya, pikirmu.
"Aku menaruh tasku dulu, lalu aku akan membantumu."
Dia mengangguk. Kamu bergegas untuk menggantung tas jinjingmu di kantor pustakawan.
Ratna mendongak dari layar komputernya.
"Siapa dia?" tanyanya sambil mengedipkan mata ke arahmu penuh arti.
Kamu tertawa.Â
"Seorang malaikat," katamu sambil merapikan kardigan biru mudamu dan bergegas kembali ke dia.
"Oh ya?" Ratna mendelik sambil terkekeh.
Dia menunggu tepat di tempat kamu meninggalkannya.
"Genrenya apa?" tanyamu. "Misteri? Petualangan? Roman Percintaan?"
Kamu menggigit bibir, menahan diri untuk tidak mengoceh lebih banyak lagi.
Dia sangat tampan. Itu mengganggumu. Dia memiringkan kepalanya ke samping, mengetukkan jarinya ke rak buku di dekatnya.
"Mungkin lebih ke misteri atau thriller," jawabnya. "Rasanya aneh saya sampai lupa mencatatnya. Itu buku favorit pacar saya."
Pacar.
Tentu saja.
Kamu menghela napas. Tentu saja, cowok ganteng bermata biru langit dan rambut acak-acakan pastilah sudah punya kekasih.
Kamu menggigit bibir dan memaksakan senyum.
"Kamu bisa meneleponnya dan mencari tahu. Atau mengirim pesan?" kamu menyarankan, sambil menggeser jari-jarimu sepanjang rak di depannya.
Dia mengeluarkan buku bersampul merah dan mengerutkan kening. "Tidak. Tidak, saya tidak bisa."
Kamu menatap matanya yang kini tampak bagai air laut yang dingin. "Oh?"
"Adriana meninggal," katanya singkat. "Musim gugur yang lalu. Saya ingin membaca buku kesukaannya. Dia selalu membicarakannya."
Tanganmu terangkat untuk menutup mulutmu. Tentu, dia lajang, tetapi juga sedang berduka. Â Â Â
"Maaf," katamu dan berdehem. "Turut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya."
Dia menggelengkan kepalanya dan memejamkan mata. "Tidak, saya yang minta maaf. Saya tidak tahu kenapa saya menceritakannya pada Anda. Hanya saja saya merasa perlu membaca buku itu, untuk melihat apa yang sangat dia sukai dari buku tersebut. Tetapi saya tidak ingat sama sekali, dan itu membuat frustrasi. Â Saya pikir mungkin kalau saya da di sini akan membantu, tapi..."
Kamu mengangguk. "Mungkin aku bisa membantu," katanya. "Mari kita lihat bersama-sama dan mungkin salah satu sampulnya akan mengingatkanmu. Ngomong-ngomong, namaku Tantina."
Kamu menyodorkan tanganmu.
Dia mengguncangnya dengan genggaman yang kokoh dan tersenyum. "Nama saya Bima Haas. Terima kasih untuk tawaran Anda, tapi tolong jangan merasa Anda harus tinggal bersama saya. Saya yakin ada orang lain yang membutuhkan Anda."
Kamu melihat sekeliling dan menunjuk ke perpustakaan yang sepi. "Hari ini tidak terlalu banyak pengunjung. Dan aku dengan senang hati membantumu."
Bima tersenyum. "Kalau begitu oke. Terima kasih, Tantina."
Jantungmu berdebar kencang saat dia menyebut namamu. Kamu akan membaca setiap judul buku di bagian M bersama dia. Setiap buku di bagian fiksi dewasa jika perlu. Kalian akan menemukan buku itu. Dan kalian berdua akan membacanya.
Dan itu akan menjadi awal cerita kalian.
Cikarang, 26 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H