Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 146: Undangan

19 Mei 2024   06:44 Diperbarui: 19 Mei 2024   07:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Musik menghentak di dada Safina. Tangannya terangkat tinggi di tengah kerumunan lengan yang melambai dan aroma harum yang memuakkan dari terlalu banyak merek deodoran yang berbeda. Panasnya menyengat, tapi Safina tidak keberatan.

Dia cukup dekat untuk melihat setiap gerakan bibir Rey saat dia menyanyikan lirik yang diproyeksikan ke layar di belakangnya. Safina mengatupkan mulutnya, lidahnya menyentuh langit-langit mulutnya membentuk kata 'cinta'.

Rey memiliki penampilan yang sesuai dengan ketenarannya, dan arogansi yang cukup untuk membuatnya semakin seksi. Lesung pipinya saat lagu berakhir. Getaran yang menjalar di tubuh Safina berhenti saat Rey beristirahat untuk berbicara kepada orang banyak. Dia menangkap tatapan mata sahabatnya, Mala, dari balik bahu gadis lain.

"Senang?" gerak mulut Mala.

Safina mengangguk. Ibunya salah mengenai konser ini. Sangat layak untuk setiap rupiah yang dikeluarkannya.

Tubuh-tubuh penggemar lain mengepung gadis-gadis itu dan mereka menekan pagar penghalang. Seorang penjaga keamanan bertato mengawasi mereka dengan waspada.

Safina meremas pergelangan tangan Mala untuk menarik perhatiannya dan memberi tanda "air". Mala mengerutkan kening. Tenggorokan Safina terasa lengket, terlalu kering, dan kepalanya sakit.

"Satu lagu lagi," pinta Mala.

Dia kembali ke panggung tanpa menunggu jawaban, berteriak dan melambai pada sesuatu yang dikatakan Rey. Safina mendongak ke panggung, kuil tempat para dewa musik disembah, dan selama sepersekian detik, Rey menatap langsung ke matanya.

Jarinya menunjuk, lalu kembali ke dirinya sendiri. Undangan baginya untuk bergabung ke atas pentas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun