Kamu adalah tipe orang yang saat merajang bawang di acara walimahan tetangga melukai jarinya sendiri--buku-buku jari dan yang lainnya--dan langsung, tanpa memikirkan hal lain, khawatir bagaimana reaksi tuan rumah terhadap kekacauan tersebut.
Kekacauan, ancaman terhadap kedudukanmu dalam masyarakat, penghinaan terhadap harga dirimu, bukti nyata ketidakmampuanmu melakukan tugas sederhana tanpa melukai dirimu sendiri hingga memerlukan penanganan medis.
Para pengunjung hajatan di luar akan segera mengetahui. Acara berakhir, dan kamulah penyebabnya. Tunggul jarimu bisa sembuh, tapi luka marwah takkan hilang, dan statusmu menjadi tercuriga, dengan tersingkirnya--hanya dua bulan sebelumnya--posisi dan karier yang kamu benci, jabatan yang kamu perlukan di saat-saat seperti ini, ketika kesuksesan finansial adalah bukti nilai seseorang.
Karena saat ini kamu bokek, status sosialmu menjadi tidak relevan. Tapi di sana, di atas ubin serpih, ketika kamu berdiri sendirian di dapur yang indah, tenggelam dalam warna merah muda karena darahmu, kamu menutupi tanganmu dengan serbet, duduk, dan memanggil petugas medis, menyerahkan kekacauan yang semakin besar itu kepada orang lain, seseorang yang tidak berdarah, mungkin tuan rumah, yang saat ini sedang mendiskusikan perjalanan baru-baru ini ke Raja Ampat, dan merupakan tipe orang yang mengabdikan hidupnya untuk nisan batu pualam yang besar dan elegan, yang diukir dengan kata-kata yang mulia, kata-kata yang tidak akan dibaca oleh siapa pun, termasuk cucu-cucunya.
Oh, masih ada satu lagi orang yang berbuat baik kepada orang yang tepat dan menabung untuk nisan kuburan. Kamu adalah orang itu, orang yang seperti itu sampai saat ini, ketika kamu kehilangan sesuatu yang berharga: sebuah jari, putus, di wastafel, menuding ke arahmu.
Cikarang, 19 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H