Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Badai Siklon Tropis Seroja

18 Januari 2024   11:18 Diperbarui: 18 Januari 2024   11:22 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

April, 2021

"Tidak akan mendekati kita. Terlalu jauh ke utara," anak-anak Seroja menelepon dia untuk memberitahu. Menyetir melalui hujan dan angin, wine masih membasahi bibirnya, dia tersenyum melihat jalanan yang dipenuhi ranting-ranting patah, tutup tong sampah, kotak makanan, botol minuman, kulit jeruk.

Pikirannya seperti badai angin dan air: rekan kerja yang kepo, mantan suami, anak-anak yang sudah dewasa dan selalu khawatir karena dia minum terlalu banyak tetapi terlalu sibuk untuk datang menengok mamanya.

Saat dia muncul di Pacific Place, tidak ada seorang pun rekan kerja yang menemuinya. Dia tidak mengenali mobil-mobil di tempat parkir, dan ketika dia bertanya di meja depan tentang pesta karyawan, mereka tidak tahu apa-apa tentang hal itu. Namun dia tetap melanjutkan ke bar, memesan segelas anggur, menonton liputan badai di sudut TV: sungai meluap, listrik padam, rumah rata dengan bumi, jalan merekah.

Dia menghabiskan minumannya, memesan lagi, berbalik, menabrak kursi, tersandung kaki seseorang, menyapukan lengan bajunya ke sepiring onion ring crispy, berjalan menyusuri selasar menuju Ruang Serba Guna, meninggalkan puing-puing di belakangnya.

Seroja berhenti di luar pintu untuk mendengarkan: suara-suara, tawa, pastinya semacam pesta. Dia masuk dengan segelas Casirello del Diablo, bersendawa bawang bombay, perutnya meloyo.

"Hei, apakah akhirnya dia...?" seseorang bertanya sambil mendongak, berharap Seroja adalah orang yang mereka tunggu-tunggu.

Berjalan terhuyung-huyung  dengan blus sutra, anting-anting perak, kalung jimat, puing-puing angin topan tersangkut di rambutnya, mereguk isi gelasnya sampai tandas, berseri-seri di menatap isi ruangan dengan wajah-wajah asing. Tenggorokannya bagai terbakar, matanya yang bersinar terangkat saat dia mengumumkan, "Ini aku semuanya, Seroja!"

Cikarang, 18 Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun