Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 115: Koplo

22 Oktober 2023   09:42 Diperbarui: 22 Oktober 2023   09:54 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adegan itu akrab, tapi salah. Pusing, bingung, aku melangkah terseok-seok ke arah keduanya dan jatuh ke dalam bilik mereka.

"Zhul, angkat dia. Aku akan mengambil bir lagi." Wing mengambil pitcher kosong dan menuju ke bar. Dia kembali untuk mengisi ulang gelas kami. Mereka menatapku.

"Ada apa denganmu? Tidur berjalan? Sudah mabuk? Kamu menjatuhkan ini." Greg membawa sebungkus rokok kretek filter ke arahku.

Rokok? Aku tidak merokok. Waktu mahasiswa, ya, tapi berhenti setelah wisuda. Lagi pula, ini tahun 2023. Dilarang merokok dalam ruang tertutup.

Aku melihat sekeliling, ternyata aku salah. Udara berkabut karena asap rokok. Aku menyalakan sebatang  seperti tidak pernah berhenti sebelumnya.

Aku meneguk bir.

Ini tidak nyata. Tidak mungkin. Tetap saja, aku bagian dari ini, jadi aku ikut saja. Kami tertawa, bercanda, membicarakan pacar dan mantan, masa depan, kehidupan yang kami rencanakan. Ini adalah percakapan tiga puluh tahun yang lalu ... dengan suatu perbedaan. Saya tahu apa yang kami katakan, apa yang kami rencanakan, apa yang kami pikirkan. Aku juga tahu banyak hal yang ternyata berbeda. Aku tahu masa depan dan mereka tidak.

Melihat sekeliling, aku melihat wajah-wajah yang kukenal. Zayn dan Syauki. Entah mereka berdua adalah pecinta rahasia, tapi tragedi AIDS membuka apa yang mereka dapatkan sebagai pemuas para tante selama mangkal di Melawai.

Mulyadi di bar. Mabuk. Polisi saat Darurat Militer Aceh dan desersi daripada mati di sawah. Budi dan Dice di bilik sudut saling berpelukan, sejoli sejak tahun pertama kuliah. Setelah sepuluh tahun menikah, Budi dibui karena membunuh Dice.

Nirwan masuk. Mendapat beasiswa dari pemerintah ke Utrecht, tapi memilih pergi ke Kanada dan aku kehilangan jejaknya.

Bagi Zhul dan Wing, bagi mereka semua, ini adalah tahun 1988. Bagiku ini sejarah masa lalu. Aku tidak bilang apa-apa. Mereka tidak akan mempercayaiku. Aku sendiri juga tidak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun