Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kontras

5 September 2023   22:59 Diperbarui: 5 September 2023   23:02 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti potret usang dibiarkan terpapar sinar matahari, kehidupan Nano mulai pupus. Warna dari sudut penglihatannya mulai memudar. Dia membuat mengunjungi optalmologist untuk memeriksakan matanya. Tapi matanya baik-baik saja. Pudarnya terjadi secara perlahan, sehingga dia tidak bisa melacaknya. Dia kehilangan warna dan detail dalam kehidupan sehari-harinya. Di tempat kerja, orang-orang mengalir di sekelilingnya seperti air yang mengalir deras di atas batu jeram, membuatnya semakin pudar. Dan suatu hari orang lain duduk di kursinya.

Nano menyadari bahwa dia telah menjadi potret itu, gambar yang memudar. Tapi dia masih di sana. Dia menjadi salah satu orang hilang, yang menghilang begitu saja dari pandangan. Tidak ada yang tahu karena tidak ada yang peduli.

Di rumah, dia masih memiliki Blackberry, kucing hitamnya yang besar. Malam hari mereka berbagi kasur. Dia berbagi mimpinya.

Warnanya monokrom, tapi tepinya kontras. Penuh burung dan helaian rumput, hujan di kaca jendela. Dan perempuan itu. Nano melihat dirinya, tua, dan nyaman, seperti Blackberry melihatnya. Matanya kuning, menyala dengan satu-satunya warna yang hidup dalam mimpi mereka yang tidak berubah. Nano masih hidup, kokoh di dalamnya.

Mereka menangkap laba-laba dengan giginya yang tajam dan meremukkannya. Terkadang mereka menangkap hewan yang lebih besar.

Cahaya siang hari menghancurkannya, seperti sabun terendam di kamar mandi. Sampai dia hampir hilang. Saat dia kehilangan definisi, kehilangan perasaan. Nano tidak bisa merasakan ruang yang ditempati tubuhnya, atau teh yang diminumnya. Tidak ada rasa. Tidak ada kehangatan.

Blackberry mencoba menangkapnya saat dia semakin transparan, saat dia mulai menghilang. Cengkeraman cakarnya menariknya menjauh dari lubang menganga kelabu, menjepitnya kembali ke dunia. Blackberry tidak membiarkannya meletus dan bergabung dengan yang mereka yang terlupakan.

Kini Nano bergerak melintasi dunia tanpa bayangan atau kehadiran. Hanya Blackberry yang melihatnya. Mereka masih tidur bersama, tapi dia tetap mewujudkan mimpinya. Blackberry adalah pegangan terakhirnya.

Nano adalah hantu di rumahnya. Orang baru tinggal di dalamnya. Mereka memberi makan Blackberry. Dia sopan, menerima sentuhan tangan mereka di kepalanya, makanan mereka di dalam mangkuk. Tapi di malam hari dia meringkuk di sekitar Nano. Dunia adalah lingkaran sempit. Nano hampir bisa merasakan gemuruh di dada Blackberry.

Bandung, 5 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun