Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Zombie! Zombie! 4 - 4

17 Mei 2023   08:08 Diperbarui: 17 Mei 2023   08:24 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Kalau Surya mengetahui bahwa cewek itu tertarik dengannya, dia pasti tidak menunjukkannya. Suaranya yang membentak mereka bagai perintah komandan, "Kalau-kalau lebih banyak datang, bisakah kalian berkelahi?"

"Berkelahi? Mana mungkin? Dekata-dekat makhluk menjijoikan itu aja aku ogah!" cewek itu berseru.

Abangku menghela napas panjang dan kemudian menatap mataku. "Tunggu di sini. Aku akan memeriksa rumah itu."

"Aku ikut!" bantahku.

"Tidak! Aku membutuhkanmu di sini untuk menjaga Keiko. Dia kedinginan, kalau-kalau kamu tidak melihatnya. Kamu mau ada yang menggigit pahanya seperti sepotong ayam goreng?" Dia menepuk pundakku. "Aku akan segera kembali."

Surya mengendap-endap masuk ke dalam rumah, dan perutku terasa mual. Aku tidak suka dia masuk ke sana sendirian.

"Kita tidak bisa cuma menunggu di sini," kata Chinta. "Zombie akan datang!"

Aku menatapnya. "Kamu tidak bertanya-tanya mengapa pintu itu tidak dikunci? Kamu mau masuk ke dalam rumah yang penuh dengan zombie yang akan memakan otakmu?"

Aku hampir bisa melihat bola lampu berkedip-kedip menyala di atas kepalanya saat kesadaran menghantamnya. "Kamu benar," katanya pada akhirnya.

Zahra membalas tatapanku. "Terima kasih telah menjaga kami."

"Bukan masalah." Aku menjulurkan leherku ke kiri dan ke kanan, berputar sebanyak yang dimungkinkan oleh beban tambahan berat Keiko. Meskipun bertubuh kurus, Keiko sangat berat. Tatapanku terfokus ke kejauhan, memperhatikan setiap detail yang mungkin mengungkap kemungkinan pengejar, tapi aku tidak melihat sesuatu yang luar biasa. Langit biru, burung-burung berkicau seolah mereka tidak peduli pada dunia. Sulit dipercaya bisa saja zombie muncul mendadak. Semuanya terdengar seperti mimpi buruk---seperti sesuatu yang pernah kubaca di buku komik saat kecil.

Beberapa menit berlalu, dan suara Surya menyadarkanku dari lamunanku. "Rumahnya bersih, tapi tidak ada senjata yang bagus. Ayo kita pergi ke garasi."

"Tentu," kataku.

Surya mengangguk. "Dengar, aku membutuhkanmu di sini untuk membantuku bertarung. Kamu siap?"

"Kedengaranya seperti sebuah rencana yang bagus." Aku selalu ingin langsung beraksi, terutama setelah Sutya kembali dari garis depan dan menceritakan petualangannya melawan zombie.

Akhirnya, aku akan mendapatkan pengalaman langsung yang kurindukan. Jantungku berdebar kencang.

"Ayo, bawa Keiko ke tempat yang aman," kataku sambil berjalan masuk ke rumah besar.

Aku tidak punya banyak waktu untuk memeriksa tempat itu, tetapi jelas bahwa penghuni sebelumnya sudah berubah menjadi zombie. Jika tempat itu benar-benar telah ditinggalkan, kami pasti akan menemukan beberapa bahan perbekalan yang berguna untuk dibawa pergi.

Setelah meletakkan Keiko di sofa, Surya memberi isyarat agar aku mengikutinya.

Aku menoleh ke arah gadis-gadis itu saat aku meletakkan tas hitamku di samping sofa. "Tolong jaga Keiko dan barang-barangku... dan kunci pintunya begitu kami keluar!"

"Mengerti. Dan jangan khawatir. Aku akan menjaga pacarmu, "kata Zahra.

Surya berteriak agar aku bergegas, jadi tidak ada waktu untuk menjelaskan siapa Keiko sebenarnya.

"Tunggu!" kata Chinta. "Apakah kamu mau membawa senjata biusku?"

"Apa gunanya itu?" Aku berlari keluar pintu, memanggil cewek -cewek itu untuk memastikan mereka menguncinya di belakangku, kalau-kalau mereka sudah lupa atau salah mendengar instruksi pertamaku.

Aku belum mengenal mereka dengan baik, jadi tentu saja aku tidak merasa bisa mempercayai keselamatan kakakku sepenuhnya pada mereka. Saat ini, yang bisa kupikirkan hanyalah melindunginya sehingga tidak ada yang bisa merebutnya dari aku dan Surya.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun