Zaki mengangkat bahu. "Gue nggak punya ide. Mik, menurut lu apa?"
"Mungkin ada binatang peliharaan lepas."
Tiwi meletakkan tangannya di dada mencoba menenangkan detak jantung yang berdebar kencang. "Apa pun mungkin. Kalau itu monyet, aku nggak akan stres begini."
Kicauan burung semakin ramai, mengalahkan deburan ombak yang berirama di pantai. Tiwi menganggap itu sebagai pertanda baik. Dia tahu satwa liar biasanya bungkam ketika pemangsa mendekat. Burung-burung hanyalah bukti bahwa semuanya baik-baik saja.
Tiwi mencolek bahu Miko. "Aku tidak percaya kamu di sini mengejar binatang liar. Kabelmu ada yang korslet, ya? "
Dia tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Lu bikin gue kedengaran kayak orang gila."
"Emang kamu waras?" Tiwi bertanya sambil meninju bahu Miko.
"Seperti kata salah satu mantan gue ..." Miko mengedipkan sebelah mata. "Gue cacat mental berat."
Tiwi tertawa. Besba biasa mengatakan itu tentang Miko. Setiap cowok di sekolah mereka bermimpi berkencan dengan Besba yang cantik. Lucu juga Miko menyebutnya sebagai 'pacar' setelah Miko mencampakkannya setelah berkencan hanya dua bulan. Tapi itu rekor bagi Miko.
Kalau cewek secantik Besba tidak bisa mempertahankan Miko, pikir Tiwi, bagaimana mungkin dia bisa menjinakkannya?
Besba benar tentang Miko sebagai "cacat yang keren," karena kekurangannya membuat Miko menjadi cowok unik dan satu-satunya. "Bagaimana kamu tetap begitu tenang, sih?"