"Kamu udah gila, ya?" Tiwi mencengkeram lengannya untuk menariknya lebih dekat, tetapi Miko berhasil melepaskannya.
"Ini bukan waktu atau tempat untuk bermain tarzan-tarzanan, Mik. Dengar, kita harus tetap dekat dengan api."
Miko menyibak dahan-dahan ke samping, melangkah lebih jauh ke dalam hutan lebat, dan kemudian berdiri tegak untuk mendengarkan. "Nggak kelihatan apa-apa."
Tiwi melangkah di antara tanaman tropis yang menjulang tinggi dengan daun lebar seperti telinga gajah. Dia menyipitkan mata agar dapat mengamati menembus tanaman hitam dan hijau berbintik-bintik. "Aku juga tidak melihat apa-apa."
Raungan itu terdengar kembali.
Tiwi menelan ludah, jantungnya berdebar kencang.
"Apa itu?"
"Gue rasa itu suara alouatta, monyet pelolong." Zaki mengubah posisinya saat dia mengintip melalui dedaunan raksasa. "Setau gue mereka adanya di Brasil. Suaranya kedengaran sampai berkilo-kilometer, dan panggilan mereka lebih seperti raungan daripada lolongan. Gue yakin ini masalah rebutan wilayah."
Tiwi menghembuskan napas kencang. "Tapi kenapa ada di sini? Kita tidak berada di Amerika Selatan."